Bapak Ahok Yth, Apa kabar, Pak Ahok? Sehat terus ya. Tetap kuat. Tinggal selangkah lagi perjuangan bapak menuju DKI-1. Dan in...
Bapak Ahok Yth,
Apa kabar, Pak Ahok? Sehat terus ya. Tetap kuat. Tinggal selangkah lagi perjuangan bapak menuju DKI-1. Dan ini akan jadi bahan cerita yang menarik untuk generasi nanti, atau mungkin saya akan nulis buku tentang ini, tentang sesosok Ahok yang telah buat heboh bangsa Indonesia karena lelah tak mampu mengikuti perubahan yang dibawanya. Apapun hasilnya nanti, kalah ataupun menang, nama bapak sudah pasti tercatat dalam sejarah demokrasi di Indonesia.
Perkenalkan nama saya Thiya. Saya anak Batam, umur 11 tahun kelas 6 SD. Kegiatan Sehari-hari sih selain belajar di sekolah dan mengaji, saya juga menulis, trus menonton Vlog di Youtube. Akhir-akhir ini saya keseringan stay tune di streaming FB bapak. Asik juga bisa lihat-lihat pelosok ibukota lewat streamingan itu. Makanya waktu lihat acara di Pulau Seribu, saya senang sekali lihat ada Opa Asraff disana. Senaaang sekaligus iriiiiii…. pake banget.
Saya tahu sosok pak Ahok pertama kali dari lagu kampanye pilkada DKI 2012. Jokowi dan Basuki. Tapi waktu itu saya gak tahu tentang Pak Ahok, saya kira Basuki itu nama orang lain. Hehe. Waktu umur 7 tahun itu saya udah jadi fansnya pak Jokowi lho, Pak. Jadi boleh dibilang tingkat kefans-an saya ke bapak sebenarnya agak dibawah pak Jokowi, dikiiiit sih. Jangan marah ya Pak.
Nah kalau bicara pak Jokowi pasti ada pak Ahok. Terlebih sejak 2014 bapak gantiin beliau menjabat jadi gubernur DKI, sejak saat itu nama bapak selalu ada di media online yang saya baca.
Maaf saya gak pernah nonton TV, jadi tahunya dari berita online aja. Sesekali saya juga suka ikutin Youtube Pemprov DKI. Apalagi kalau ada yang seru-seru seperti acara pengaduan warga di Balai Kota tiap pagi itu. Pingin tahu aja, meskipun saya bukan warga Jakarta.
Yang saya suka dari Pak Ahok itu kerja nyata sama sikap tegasnya. Pak Ahok itu keras ngomongnya, tapi kerjanya nyata. Keras disini mungkin karena telinga orang melayu itu lembut-lembut, pak. Tapi di Batam sih banyak yang cara ngomongnya seperti bapak, gak heran kali lah saya. Lagipula banyak orang bilang cara bicara saya juga mirip bapak, terlalu blak-blakan, meskipun benar, tapi gak cocok di telinga orang lain.
Sudah dua tahun terakhir saya pergi ke jakarta buat ikut KPCI-Konferensi Penulis Cilik Indonesia. Pas perjalanan menuju ke lokasi tahun 2015, saya melihat Jakarta itu sangat menarik. Maklum namanya orang kampung yang pertama ke Jakarta, sedikit norak. Saya sempat ke Monas (waktu itu pagarnya ditutup), ke Dufan, Istiqlal. Saya nilai lumayanlah.
Akhir tahun 2016 kemarin, setelah acara KPCI 2016 selesai, saya sempatkan nambah liburan sekolah pergi keliling Jakarta. Ke Monas, Kota Tua, Dufan, Ancol. Disini kelihatan sekali perbedaannya. Beda bangeeet. Kaget saya, pak. Jakarta jadi bersiih. Sepanjang jalan saya gak ketemu selembar tisu bekas atau kotak minuman tergeletak di jalan. Hebat! Tidak ada gerobak PKL sebijipun. Bis Transjakarta-nya keren. Saya baca slogan di bis tersebut : Merdeka atau…. Macet! Lucu dan kreatif!
Saat hujan lebat di jalan, saya juga gak melihat adanya banjir. Ada genangan dikit wajarlah. Beda di Batam, hujan lebat lima menit saja jalan raya kami jadi kubangan, Pak! Ah jadi ngejelekin kota sendiri, enggaklah. Walikota kami sekarang, pak Rudi lumayan okelah. Oh iya Waktu hujan itu saya sempat lihat petugas PPSU yang me-“legend” se Indonesia sedang bersihin kali kecil. Salut!
Apa kabar, Pak Ahok? Sehat terus ya. Tetap kuat. Tinggal selangkah lagi perjuangan bapak menuju DKI-1. Dan ini akan jadi bahan cerita yang menarik untuk generasi nanti, atau mungkin saya akan nulis buku tentang ini, tentang sesosok Ahok yang telah buat heboh bangsa Indonesia karena lelah tak mampu mengikuti perubahan yang dibawanya. Apapun hasilnya nanti, kalah ataupun menang, nama bapak sudah pasti tercatat dalam sejarah demokrasi di Indonesia.
Perkenalkan nama saya Thiya. Saya anak Batam, umur 11 tahun kelas 6 SD. Kegiatan Sehari-hari sih selain belajar di sekolah dan mengaji, saya juga menulis, trus menonton Vlog di Youtube. Akhir-akhir ini saya keseringan stay tune di streaming FB bapak. Asik juga bisa lihat-lihat pelosok ibukota lewat streamingan itu. Makanya waktu lihat acara di Pulau Seribu, saya senang sekali lihat ada Opa Asraff disana. Senaaang sekaligus iriiiiii…. pake banget.
Saya tahu sosok pak Ahok pertama kali dari lagu kampanye pilkada DKI 2012. Jokowi dan Basuki. Tapi waktu itu saya gak tahu tentang Pak Ahok, saya kira Basuki itu nama orang lain. Hehe. Waktu umur 7 tahun itu saya udah jadi fansnya pak Jokowi lho, Pak. Jadi boleh dibilang tingkat kefans-an saya ke bapak sebenarnya agak dibawah pak Jokowi, dikiiiit sih. Jangan marah ya Pak.
Nah kalau bicara pak Jokowi pasti ada pak Ahok. Terlebih sejak 2014 bapak gantiin beliau menjabat jadi gubernur DKI, sejak saat itu nama bapak selalu ada di media online yang saya baca.
Maaf saya gak pernah nonton TV, jadi tahunya dari berita online aja. Sesekali saya juga suka ikutin Youtube Pemprov DKI. Apalagi kalau ada yang seru-seru seperti acara pengaduan warga di Balai Kota tiap pagi itu. Pingin tahu aja, meskipun saya bukan warga Jakarta.
Yang saya suka dari Pak Ahok itu kerja nyata sama sikap tegasnya. Pak Ahok itu keras ngomongnya, tapi kerjanya nyata. Keras disini mungkin karena telinga orang melayu itu lembut-lembut, pak. Tapi di Batam sih banyak yang cara ngomongnya seperti bapak, gak heran kali lah saya. Lagipula banyak orang bilang cara bicara saya juga mirip bapak, terlalu blak-blakan, meskipun benar, tapi gak cocok di telinga orang lain.
Sudah dua tahun terakhir saya pergi ke jakarta buat ikut KPCI-Konferensi Penulis Cilik Indonesia. Pas perjalanan menuju ke lokasi tahun 2015, saya melihat Jakarta itu sangat menarik. Maklum namanya orang kampung yang pertama ke Jakarta, sedikit norak. Saya sempat ke Monas (waktu itu pagarnya ditutup), ke Dufan, Istiqlal. Saya nilai lumayanlah.
Akhir tahun 2016 kemarin, setelah acara KPCI 2016 selesai, saya sempatkan nambah liburan sekolah pergi keliling Jakarta. Ke Monas, Kota Tua, Dufan, Ancol. Disini kelihatan sekali perbedaannya. Beda bangeeet. Kaget saya, pak. Jakarta jadi bersiih. Sepanjang jalan saya gak ketemu selembar tisu bekas atau kotak minuman tergeletak di jalan. Hebat! Tidak ada gerobak PKL sebijipun. Bis Transjakarta-nya keren. Saya baca slogan di bis tersebut : Merdeka atau…. Macet! Lucu dan kreatif!
Saat hujan lebat di jalan, saya juga gak melihat adanya banjir. Ada genangan dikit wajarlah. Beda di Batam, hujan lebat lima menit saja jalan raya kami jadi kubangan, Pak! Ah jadi ngejelekin kota sendiri, enggaklah. Walikota kami sekarang, pak Rudi lumayan okelah. Oh iya Waktu hujan itu saya sempat lihat petugas PPSU yang me-“legend” se Indonesia sedang bersihin kali kecil. Salut!
Waktu itu saya sebenarnya ingin sekali ketemu bapak. Pingin ke Balai
Kota foto bareng gitu. Tapi bapak sudah cuti. Dan sudah sibuk kampanye.
Apalagi saya di Jakarta juga cuma sebentar.
Kalau tentang tuduhan Pak Ahok menistakan agama, saya rasa gak mungkin. Dari awal dengar videonya, saya bilang, “ah si bapak salah pilih kata-kata nih.” Apalagi ada kata-kata dibohongi dan dibodohi. Asal tahu ya pak, manusia ini aneh, biarpun tahu dirinya bodoh dan mudah dibohongi pun, mereka gak rela dikatain begitu.
Kalau menurut saya, mereka mungkin cuma salah sangka. Dikompori pula. Secara pak Ahok kan lagi kampanye buat pilkada, masa pak Ahok berani menistakan agama di Indonesia yang sebagian besar penduduknya itu islam. Duuh… gak mungkin lah. Tapi sabar saja ya pak. Begitu juga dengan sidang kemarin itu, lagi-lagi bapak dituduh melecehkan ulama. Entahlah saya juga heran betapa mudahnya orang sekarang merasa terhina, tersinggung, terendahkan. Bingung juga saya pak. Kami yang anak-anak saja gak akan berantem kalau masalahnya cuma begitu. Benar Pak, diejek agama, nama ortu, fisik, udah biasa. Paling kami mikir yang ngejek gak punya kaca!
Pesan saya buat bapak, maju saja terus. Gak usah dipedulikan para pembenci dan pemfitnah. Jangan balas mereka dengan kejahatan, tapi balas mereka dengan prestasi. Saya juga harap bapak bisa belajar memilih kata agar tidak dijadikan target terus-menerus. Saya harap bapak menang. Sungguh saya ingin sekali melihat ibukota kita semaju ibukota negara lain.
Kehebohan pilkada DKI ini membuat saya banyak belajar tentang toleransi dan kebhinekaan, kesetaraan hak semua warga negara dari sabang sampai merauke. Siapapun boleh mengejar mimpinya jadi pemimpin di Indonesia. Baik itu pribumi keturunan chinese, keturunan arab, keturunan Papua, keturunan melayu, dll. Bagi saya kita semua pribumi kok. Bersainglah dengan kemampuan dan prestasi, siapapun dia.
Tetap semangat! Siapa tahu 2019 Bapak Jokowi dan Pak Ahok bisa jadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Bapak berdua adalah harapan kami untuk Indonesia tanpa korupsi, Indonesia yang mandiri.
Semoga kalau benar terpilih, Indonesia menjadi semakin maju. Saya membutuhkan bapak Jokowi dan pak Ahok untuk membuat landasan yang mulus agar di masa depan nanti saya dan teman-teman bisa mengorbitkan Indonesia diatas negara-negara lain. Aamiin. Bukan mengapung.
Batam, 3 Februari 2017
Salam manis,
Thiya
(jakartaasoy.com)
baca juga: - Buya Syafii Maarif Mengayuh Sepeda, Hidupnya Bersahaja dan Sederhana. Sehat Terus ya Buya...
- Kocak...! Status Medsos Putra Jokowi Mirip Cuitan SBY
- Miris..! Marissa Mantan Artis yang Punya Banyak Gelar Pendidikan, Doakan Ahok Dilaknat Allah
- Kapolda Metro Sebut Ada Aksi Massa pada 11, 12, dan 15 Februari 2017. Kapolda: Patuhilah Peraturan Undang-undang
Kalau tentang tuduhan Pak Ahok menistakan agama, saya rasa gak mungkin. Dari awal dengar videonya, saya bilang, “ah si bapak salah pilih kata-kata nih.” Apalagi ada kata-kata dibohongi dan dibodohi. Asal tahu ya pak, manusia ini aneh, biarpun tahu dirinya bodoh dan mudah dibohongi pun, mereka gak rela dikatain begitu.
Kalau menurut saya, mereka mungkin cuma salah sangka. Dikompori pula. Secara pak Ahok kan lagi kampanye buat pilkada, masa pak Ahok berani menistakan agama di Indonesia yang sebagian besar penduduknya itu islam. Duuh… gak mungkin lah. Tapi sabar saja ya pak. Begitu juga dengan sidang kemarin itu, lagi-lagi bapak dituduh melecehkan ulama. Entahlah saya juga heran betapa mudahnya orang sekarang merasa terhina, tersinggung, terendahkan. Bingung juga saya pak. Kami yang anak-anak saja gak akan berantem kalau masalahnya cuma begitu. Benar Pak, diejek agama, nama ortu, fisik, udah biasa. Paling kami mikir yang ngejek gak punya kaca!
Pesan saya buat bapak, maju saja terus. Gak usah dipedulikan para pembenci dan pemfitnah. Jangan balas mereka dengan kejahatan, tapi balas mereka dengan prestasi. Saya juga harap bapak bisa belajar memilih kata agar tidak dijadikan target terus-menerus. Saya harap bapak menang. Sungguh saya ingin sekali melihat ibukota kita semaju ibukota negara lain.
Kehebohan pilkada DKI ini membuat saya banyak belajar tentang toleransi dan kebhinekaan, kesetaraan hak semua warga negara dari sabang sampai merauke. Siapapun boleh mengejar mimpinya jadi pemimpin di Indonesia. Baik itu pribumi keturunan chinese, keturunan arab, keturunan Papua, keturunan melayu, dll. Bagi saya kita semua pribumi kok. Bersainglah dengan kemampuan dan prestasi, siapapun dia.
Tetap semangat! Siapa tahu 2019 Bapak Jokowi dan Pak Ahok bisa jadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Bapak berdua adalah harapan kami untuk Indonesia tanpa korupsi, Indonesia yang mandiri.
Semoga kalau benar terpilih, Indonesia menjadi semakin maju. Saya membutuhkan bapak Jokowi dan pak Ahok untuk membuat landasan yang mulus agar di masa depan nanti saya dan teman-teman bisa mengorbitkan Indonesia diatas negara-negara lain. Aamiin. Bukan mengapung.
Batam, 3 Februari 2017
Salam manis,
(jakartaasoy.com)
baca juga: - Buya Syafii Maarif Mengayuh Sepeda, Hidupnya Bersahaja dan Sederhana. Sehat Terus ya Buya...
- Kocak...! Status Medsos Putra Jokowi Mirip Cuitan SBY
- Miris..! Marissa Mantan Artis yang Punya Banyak Gelar Pendidikan, Doakan Ahok Dilaknat Allah
- Kapolda Metro Sebut Ada Aksi Massa pada 11, 12, dan 15 Februari 2017. Kapolda: Patuhilah Peraturan Undang-undang