Beritaterheboh.com - Gubernur DKI Jakarta terpilih, Anies Baswedan yang akan berkuasa di Jakarta pada tahun ini sampai lima tahun ...
Beritaterheboh.com - Gubernur DKI Jakarta terpilih, Anies
Baswedan yang akan berkuasa di Jakarta pada tahun ini sampai lima tahun
ke depan menemui pengusaha-pengusaha Tionghoa di Jakarta pada hari
Jumat, 29 September 2017. Seperti yang dilansir pada koran cetak Kompas,
ia mengatakan bahwa ingin mengubah pola pertimbangan kebijakan publik
dri ide pemerintah yang langsung diterapkan ke publik menjadi gagasan
warga yang dihimpun menjadi kebijakan.
Secara sederhana, peraturan-peraturan satu
arah dari atas ke bawah, dari pemerintah ke pengusaha, diubah menjadi
peraturan yang bersifat dua arah dengan pertimbangan. Ini adalah celah
bagi Anies untuk ditipu habis-habisan oleh para pengusaha, dengan ruang
dialog. Dengan membuka ruang dialog ini, saya rasa malah uang rakyat
tidak akan bisa digunakan dan dinikmati secara merata.
Ruang-ruang korupsi akan terbuka lebar,
karena ada komunikasi dua arah. Pemberi kebijakan menjadi tidak netral,
karena dipengaruhi oleh pengusaha-pengusaha yang juga memiliki agenda
memperoleh keuntungan. Ini adalah lubang yang sengaja dibuka oleh Anies,
karena pengalamannya yang tidak ada sama sekali dalam memimpin kota.
“Kami ingin mendengar harapan dan masalah-masalah yang jadi perhatian masyarakat… Saya persilakan rekan-rekan pengusaha memperkenalkan diri kepada gubernur Sampaikan pertanyaan dan kesulitan dalam usaha selama ini. Akan tetapi, jangan minta uang karena yang paling penting kebijakannya beres,” Ujar Didi Dawis, pebisnis properti yang memandu percakapan.
“Kami harap gubernur tidak menjadi hakim yang memutuskan segala hal sendiri,” Ujar pengusaha tambang PLTA Tajudin Hidayat.
“Kami mohon agar isu SARA jangan sampai menggoyang Ibu Kota karena saya penanam modal menjadi gugup menginvestasikan modalnya,” ujar Wiryanto, pengusaha muda Tionghoa.
Bagi Anies, seluruh harapan dan saran
pebisnis Tionghoa perlu dipertimbangkan, karena akan mengubah sedikit
banyak kebijakan-kebijakan yang ada.
Dengan demikian, sudah jelas bahwa
kebijakan yang diperjuangkan selama ini oleh pemprov DKI unutk kemajuan
kota Jakarta, mulai terbuka lebar untuk digoyang oleh
kepentingan-kepentingan pengusaha yang tentu saling bersaing.
Kita akan bertemu lagi dan tema pembicaraan ditentukan. Saat ini lebih seperti momen perkenalan.” ujar Anies Baswedan.
Saya tiba-tiba teringat kalimat lama dari
seorang pembina rohani saya, Pdt. Dr. Stephen Tong yang mengatakan
dengan tegas dan jelas mengenai hal ini.
In order to be big, what do you compromise? – Stephen Tong
Ini menjadi pertanyaan sekaligus kalimat yang harus kita pikirkan bersama.
Untuk menjadi besar, apa yang kita kompromikan? SARA
terbukti menjadi bahan kompromi terbesar bagi Jakarta. Isu SARA yang
dilancarkan oleh para pendukung Anies, menjadi sebuah bahan untuk
memenangkan pilkada DKI Jakarta. Dengan ancaman-ancaman mulai dari ayat
sampai mayat, membuat warga Jakarta ketakutan untuk tidak memilih Anies.
Seolah
memilih Anies Sandi seperti memilih sorga dan neraka. Namun bagaimana
kelanjutannya sekarang? Kita liat Anies malah datang MENEMUI pengusaha
Tionghoa yang ada di Jakarta. Inikah yang dinamakan keberpihakan?
Ketakutan-ketakutan yang dipelihara dan
dipertumbuhkan pada saat pilkada DKI Jakarta, menjadi momok yang
mengerikan. Isu SARA yang berhasil mengikat dan mencengkeram nalar dan
nurani, membuat situasi Jakarta sempat tidak kondusif, bahkan cenderung
anarkis.
Merawat nalar adalah sebuah tindakan yang
tidak kalah penting dari merawat kebinekaan. Kebinekaan yang sudah
dirajut susah-susah, sobek dengan mudahnya karena aksi para pendukung
Anies. Bahkan sesama muslim pun, Haji Djarot sempat diusir dari masjid
ketika ia selesai beribadah.
Lagi-lagi, inkonsistensi ditunjukkan oleh
Anies dalam keberpihakannya bukan kepada rakyat yang membelanya lagi,
melainkan ditunjukkan kepada pengusaha Tionghoa. Secara aktif ia menemui
para pengusaha, bukan ditemui. Lagi-lagi isu SARA terbukti hanya
menjadi alat propaganda untuk merajut tenun keberpihakan, bukan lagi
tenun kebangsaan.
Akhir kata, marilah kita menjadi orang
yang cerdas dalam melihat, menimbang, dan bertindak untuk bangsa dan
negara ini. Jangan rusak tenun kebangsaan yang digadang-gadang oleh
Anies, hanya karena kehausan akan kekuasaan yang begitu kencang
ditunjukkan oleh Anies.
Selamat datang di Jakarta, selamat untuk
58% warga ketakutan Jakarta yang sudah memilih Anies Sandi.
Inilah
realita yang akan terjadi. Indonesia akan semakin maju kotanya, dan
bahagia warganya, namun pertama-tama kita harus melihat Anies memajukan
dan membahagiakan pengusaha-pengusaha Tionghoa dulu ya.
Betul kan yang saya katakan?
(seword.com by HY. Sebastian)