Beritaterheboh.com - Sejarah mencatat, 72 Tahun Indonesia merdeka, tidak ada penolakan terhadap mubaligh yang santun, damai dan Pro-Persat...
Beritaterheboh.com - Sejarah mencatat, 72 Tahun Indonesia merdeka, tidak ada penolakan terhadap mubaligh yang santun, damai dan Pro-Persatuan dan Kesatuan.
Namun, akhir-akhir ini muncul fenomena ustad dan pemuka agama yang mendadak terkenal berkat sosial media.
Ustad tersebut berhasil mendapatkan banyak pengikut, bahkan lebih banyak dibanding Kyai yang hafal 100.000 Hadist beserta sanad dan matannya seperti Al Habib Umar bin Hafidz
Memang, kita tidak mengatakan fenometa Ust. Sosmed merupakan hal yang buruk karena apapun medianya jika dimanfaatkan merajut persaudaraan maka padanya kebaikan dari Tuhan semesta alam.
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan mereka, kecuali orang yang menyuruh (manusia) bersedekah, atau berbuat baik, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.
Dan barangsiapa berbuat demikian karena mengharap ridha Allah, maka Kami akan memberinya pahala yang besar.” (Q.s. An-Nisa: 114).
Sayangnya, 2-3 Tahun belakangan beberapa figur justeru memanfaatkan ketenaran mereka untuk "terindikasi" menghina serta menyebarkan kebencian dan permusuhan sehingga memicu reaksi penolakan.
Beberapa Ust., contohnya, terekam dan tersebar di sosial media menjelek-jelekkan orang dan agama lain.
Padahal setiap kali menjelang 25 Desember, para ustad tersebut selalu membaca
"Bagimu agamamu, dan Bagiku agamaku" -Q.s. Al-Kaafirun 5-6-
Mereka juga harusnya pernah membaca:
“ Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Qs al-An’am : 108)
Jika sudah jelas di dalam Al-quran larangan menghina agama lain, lantas atas dasar apa mereka masih "ngeyel" menghina dan menjelek-jelekkan non-muslim?
Maka tidak heran, mereka mendapat penolakan seperti di Pasuruan dan Bali, jika perintah Tuhan saja telah dilanggar.
Beberapa media dan tokoh yang memang menginginkan situasi "rusuh" di masyarakat untuk tujuan pribadi dan politis tentu saja memanfaatkan penolakan tersebut.
Berbagai propaganda seperti Anti-Islam, Anti-Ulama dan Mencegah Dakwah diluncurkan publik.
Pertanyaannya benarkan masyarakat Indonesia Anti-Islam, Anti-Ulama dan Mencegah Dakwah?
dan Apakah reaksi penolakan publik di berbagai daerah merupakan ekspresi ANTI ISLAM dan ANTI DAKWAH?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentu saja kita harus kembali melihat ke lapangan.
Fakta dilapangan, dari jutaan ustad di Indonesia hampir semuanya bisa dengan bebas dan nyaman berdakwah di Indonesia, termasuk Bali, Papua dan Nusa Tenggara.
Contoh yang nyata-nyata di depan kita adalah Ust. Yusuf Mansur dan Arifin Ilham yang hingga detik ini tidak pernah ada penolakan dan tidak pernah pula memicu kontroversi.
Contoh lain adalah para da’i Yayasan Al-Fatih Kaafah Nusantara (AFKN) yang tercatat mengislamkan sedikitnya 1.400 warga asli papua, dan TIDAK ADA PENOLAKAN dari agama lain maupun dari umat Islam sediri (republika.co.id).
Di Pulau Dewata, berdasar data Bappeda Bali 2001, terdapat 213 Masjid, 171 Langgar, dan 238 Mushalla sehingga tolal seluruh rumah Ibadah umat Muslim di Bali sebanyak 622 buah dan tidak ada satupun yang diganggu-gugat.
Maka adanya satu-dua ustad yang mendapat aksi penolakan bukan menjadi alasan kita menyatakan masyarakat Indonesia ANTI ISLAM dan ANTI DAKWAH.
Jika dalam ilmu statistik 1-2- orang tersebut merupakan outlier atau "abnormalitas" yang tidak dapat di jadikan dasar generalisasi.
Melihat fakta tersebut sudah saatnya kita berlaku adil dalam menyikapi fenomena di lapangan dan jangan termakan propaganda dan tipu daya politis.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al Maidah: 8)
Sekali lagi, Sejarah mencatat, selama 72 Tahun Indonesia merdeka, tidak ada penolakan terhadap mubaligh yang santun, damai dan Pro-Persatuan dan Kesatuan.
Kedepan, masa depan Indonesia ditangan kita, apakah kita ingin melanjutkan 72 Tahun persatuan dan kesatuan tersebut, ataukah kita ingin hancur lebur seperti beberapa negara Timur Tengah.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11
Kamu yang memilih, apa pilihanmu?
Oleh: tim patriotnkri.com