Beritaterheboh.com - Untuk kesekian kalinya, harus membuat klarifikasi.. pic.twitter.com/gmZU1Zb0Pz — ienas Tsuroiya (@tsuroiya) 4 A...
Beritaterheboh.com -
. .Untuk kesekian kalinya, harus membuat klarifikasi.. pic.twitter.com/gmZU1Zb0Pz— ienas Tsuroiya (@tsuroiya) 4 April 2018
. .Untuk menghindari kesalah-pahaman, saya akan jelaskan lagi ya.— ienas Tsuroiya (@tsuroiya) 4 April 2018
Pembelaan terhadap puisi Sukmawati yg sedang rame itu, beredar di WA. Saya emosi ketika melihat postingan yang bawa2 nama Abah itu. Jengkel luar biasa. Kenapa?
. .Tulisannya luar biasa kacau, dipenuhi tanda pagar (hestek) di sana-sini. Nulis nama "Sukmawati" pun tak konsisten, keliru nulis "Fatmawati" berkali-kali. Pokoknya secara kualitas, sampah banget dah.— ienas Tsuroiya (@tsuroiya) 4 April 2018
. .Seharusnya, begitu membaca tulisan sekacau itu, orang langsung tahu, ngga mungkin itu tulisan Abah. Well, ternyata masih banyak yang merasa perlu bertanya langsung ke Abah. Sad, indeed.— ienas Tsuroiya (@tsuroiya) 4 April 2018
. .Jadi, siapapun orang tak bertanggung-jawab yang mencatut nama Abah di tulisan seburuk itu, ketahuilah, sesungguhnya apa yang kamu lakukan itu, jahaaat..— ienas Tsuroiya (@tsuroiya) 4 April 2018
. .Nah, kasus yang berkaitan dengan Republika, lain lagi. Itu tulisan anonim yang dimuat di Republika online dengan mengatasnamakan Abah. Kalau ngga salah, sekitar Februari lalu.— ienas Tsuroiya (@tsuroiya) 4 April 2018
. .Kalau gak salah tulisannya berjudul, "Ketika Agama Kehilangan Tuhan". Sebelumnya sudah wara-wiri di berbagai kanal media sosial. Sudah berkali-kali membantah, akhirnya kami (saya dan suami) capek sendiri.— ienas Tsuroiya (@tsuroiya) 4 April 2018
. .Nah, beberapa waktu lalu saya menemani Abah untuk taping acara Mata Najwa. Di antara beberapa pertanyaan yang akan diajukan, ada pertanyaan tentang tulisan yang sempat viral itu.— ienas Tsuroiya (@tsuroiya) 4 April 2018
. ."Ini kan bukan tulisan saya", kata Abah tegas. @NajwaShihab sempat nanya ke PemRed @republikaonline via WA, dijawab: memang belum sempat cross-check. Tapi sampe sekarang tak ada tindakan apapun.— ienas Tsuroiya (@tsuroiya) 4 April 2018
. .Meski saat itu Abah sempat jengkel, ketika suasana santai, beliau masih bisa bercanda, "Kalau memang itu tulisanku, kenapa sampai sekarang aku ngga terima honornya?" 😀😀😀— ienas Tsuroiya (@tsuroiya) 4 April 2018
Sekian ngomyang pagi ini. Alhamdulillah, sudah ada respon dari Republika.— ienas Tsuroiya (@tsuroiya) 4 April 2018
-case closed-
Permohonan Maaf Kepada Gus Mus
REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Republika.co.id telah menurunkan tulisan dengan judul 'Ketika Agama Kehilangan Tuhan' pada 14 Februari 2018. Dalam tulisan itu tercantum nama KH A Mustofa Bisri (Gus Mus) sebagai penulisnya.
Tulisan ini telah menjadi viral dan mendapat beragam respons. Pada faktanya, tulisan yang disadur dari media sosial Youtube itu jelas-jelas bukan tulisan Gus Mus.
Republika.co.id mengakui ada kesalahan prosedur jurnalistik dalam penulisan dan pemuatan tulisan ini. Penelurusan penulisan ini tidak dilakukan dengan cara yang benar dan objektif.
Republika.co.id memohon maaf yang sedalam-dalam dan setulus-tulusnya kepada KH A Mustofa Bisri atas kesalahan ini. Sebagai tanggung jawab, tulisan tersebut sudah kami tarik, kami buat klarifikasi, dan kami sampaikan permohonan maaf.
Kami sangat menghormati sosok Gus Mus, tokoh sekaligus ulama besar panutan umat yang sangat disegani serta figur pemaaf. Gus Mus bukan hanya milik umat Islam, tetapi juga seluruh bangsa.
Kami, Republika.co.id, sangat menyadari tulisan itu telah merugikan nama baik Gus Mus. Dan ini menjadi pelajaran berharga buat Republika.co.id untuk lebih berhati-hati ke depannya.
Sekali lagi kepada Gus Mus dan keluarga besar, kami sampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya.
Jakarta, 4 April 2018
--Berikut ini tulisan yang diturunkan:--
Ketika Agama Kehilangan Tuhan
Dulu agama menghancurkan berhala. Kini agama jadi berhala. Tak kenal Tuhannya, yang penting agamanya. Dulu orang berhenti membunuh sebab agama. Sekarang orang saling membunuh karena agama. Dulu orang saling mengasihi karena beragama. Kini orang saling membenci karena beragama.
Agama tak pernah berubah ajarannya dari dulu,Tuhannya pun tak pernah berubah dari dulu. Lalu yang berubah apanya? Manusianya?
Dulu orang belajar agama sebagai modal, untuk mempelajari ilmu lainnya. Sekarang orang malas belajar ilmu lainnya, maunya belajar agama saja.
Dulu pemimpin agama dipilih berdasarkan kepintarannya, yang paling cerdas di antara orang-orang lainnya. Sekarang orang yang paling dungu yang tidak bisa bersaing dengan orang-orang lainnya, dikirim untuk belajar jadi pemimpin agama.
Dulu para siswa diajarkan untuk harus belajar giat dan berdoa untuk bisa menempuh ujian. Sekarang siswa malas belajar, tapi sesaat sebelum ujian berdoa paling kencang, karena diajarkan pemimpin agamanya untuk berdoa supaya lulus.
Dulu agama mempererat hubungan manusia dengan Tuhan. Sekarang manusia jauh dari Tuhan karena terlalu sibuk dengan urusan-urusan agama. Dulu agama ditempuh untuk mencari Wajah Tuhan. Sekarang agama ditempuh untuk cari muka di hadapan Tuhan.
Esensi beragama telah dilupakan. Agama kini hanya komoditi yang menguntungkan pelaku bisnis berbasis agama, karena semua yang berbau agama telah didewa-dewakan, takkan pernah dianggap salah, tak pernah ditolak, dan jadi keperluan pokok melebihi sandang, pangan, papan. Agama jadi hobi, tren, dan bahkan pelarian karena tak tahu lagi mesti mengerjakan apa.
Agama kini diper-Tuhankan, sedang Tuhan itu sendiri dikesampingkan. Agama dulu memuja Tuhan. Agama kini menghujat Tuhan. Nama Tuhan dijual, diperdagangkan, dijaminkan, dijadikan murahan, oleh orang-orang yang merusak, membunuh, sambil meneriakkan nama Tuhan.
Tuhan mana yang mengajarkan tuk membunuh? Tuhan mana yang mengajarkan tuk membenci?
Tapi manusia membunuh, membenci, mengintimidasi, merusak, sambil dengan bangga meneriakkan nama Tuhan, berpikir bahwa Tuhan sedang disenangkan ketika ia menumpahkan darah manusia lainnya.
Agama dijadikan senjata untuk menghabisi manusia lainnya. Dan tanpa disadari manusia sedang merusak reputasi Tuhan, dan sedang mengubur Tuhan dalam-dalam di balik gundukan ayat-ayat dan aturan agama.
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/04/04/p44dom396-permohonan-maaf-kepada-gus-mus