Beritaterheboh.com - Politisi Partai Gerindra, Fadli Zon membukakan catatatannya tentang 'Tanda-tanda Pergantian Kekuasaan'. Ca...
Beritaterheboh.com - Politisi Partai Gerindra, Fadli Zon membukakan catatatannya tentang 'Tanda-tanda Pergantian Kekuasaan'.
Catatan tersebut, sebut Fadli, tertulis di dalam Jongko Pujangga di tanah Jawa (Jayabaya abad 13 dan Ranggawarsita abad 19).
Catatan yang terbagi dalam lima bagian tersebut diunggah Fadli lewat Twitter resminya, Selasa (17/7/2018).
Berikut ini isi catatan yang diunggah Fadli Zon.
"Tanda-tanda pergantian kekuasaan (Jayabaya dan Ronggowarsito)
Fenomena aktual yang terjadi di Nusantara belakangan ini, baik yang kita saksikan maupun dengarkan, sejatinya sudah tertulis di dalam Jongko pujangga di tanah Jawa (Jayabaya abad XIII dan Ranggawarsita abad XIX).
Fenomena tersebut terdapat dalam nukilan pupuh Sinom sebagai berikut:
Bebaya ingkang tumeka
Warata sa Tanah Jawi
Ginawe kang paring gesang
Tan kengin dipun singgahi
Wit ing donya piniki
Wonten ing sakwasanipun
Sedoyo pra jawata
Kinarya amertandani
Jagad iki yekti ana kang akaryo.
Artinya:
Musibah di darat seperti gunung memuntahkan lahar (coba kita saksikan belakangan ini Gunung Agung, Gunung Merapi, Gunung Sinabung), lebih-lebih di air atau laut (Gunung Krakatau) yang beruntun di tanag Jawa atau Nusantara, adalah pertanda dari yang di atas (Tuhan) yang tidak boleh dipungkiri lagi.
Dunia ini ada dalam genggamanNya, bukan pada genggaman manusia yang merasa berkuasa penuh.
Semua itu bukti adanya _Nyokro manggilingan _(perubahan waktu), rodanya perubahan besar.
Warno-warno kang bebaya
Angrusaken tanah Jawi
Sagung tiyang nambut karya
Pamedal boten nyekapi
Priyayi keh btanti
Sudagar tuna sadarum
Wong glidhig ora mingsra
Wong tani ora nyukupi
Pametune akeh sirna aneng wana
Artinya:
Bermacam bahaya digali sendiri oleh manusia, yang merusak ibu bumi atau ibu pertiwi, ibarat air susu bukan untuk menyusui anak kandung, namun bangsa lain (asing) yang menikmati.
Tak ada orang bekerja yang bisa untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, orang-orang pada susah hati dengan kebingungan yang aneh karena informasi yang sangat menyesatkan.
Saudagar atau pengusaha merugi, rakyat menjerit tanpa suara. Petani merugi, nilai tukar uang tak lagi memiliki arti (rupiah jatuh), Ibu bumi dikeruk hanya untuk beberapa gelintir manusia saja.
Hera heru sakeh janmo
Rebutan ngupoyo bukti
Tan ngetang anggering projo
Tan tahan parihing ati
Katungko praptaneki
Pageblug ingkang linangkung
Lelera ngambra ambra
Waradin saktanah Jawi
Enjing sakit sorenyo sampun pralaya
Artinya:
Kepanikan manusia kian menjadi, berebut peluang, berebut jabatan. Mereka tidaklah lagi mengingat angger-angger atau aturan yang berlaku, hanya mencari dalih pembenaran diri dan golongan dengan mengandalkan kekuasaan.
Ketamakan sudah meraja, ibarat durjana sore tertangkap tangan, malam ada yang tertangkap tangan, pagi tertangkap, siang masih ada yang tertangkap, seolah tidak ada yang jera dan tidak ada yang memiliki rasa malu.
Sabdo Palon nulya mukswa
Sakedhap boten kaeksi
Wangsul ing jaman limunan
Langkung ngungun Sri Bupati
Njegrek tan bisa angling
Ing manah langkung gegetun
Keduwung lepatira
Mupus kersaning Dewadi
Kodrat iku sayekti tan kena owah
Artinya:
Demikianlah Sabdo Palon (lambang pendamping kebajikan di Nusantara) dalam sekejap tiada tampak lagi kembali ke alam suwung.
Sang penguasa tertegun dalam bisu. Rasa sesal dan salah sudah tidak bermakna lagi, walau sesal kecewa di hati, nasib sudah tidak bisa ditangisi, pencabutan amanat tak terelakkan lagi. Jongko babak pemimpin baru mesti terjadi.
Jika zaman sudah demikian, Sang Pujangga Agung Ronggowarsito mengisyaratkan untuk menyambut pemimpin baru dengan kriteria para pemimpin sebagaimana dalam Jongko yang dikumandangkan dalam tembang Sinom.
Ratune ratu utomo
Patihe patih peng pengan
Nayakane slamet tekade
Praboting projo becik-becik
Ewo dene ora dadi
Panulaking jaman
Kang kena wewelak
Malah soyo andodro
Alangan kang gawe susah
Bedo-bedo murkane wong sanagoro
Artinya:
Akan muncul pemimpin dengan perbawa utama nasionalismenya. Wakilnya pun cendikiawan. Para menterinya memikirkan rakyat dan para pejabatnya membantu lebih tulus.
Namun demikian pada zaman yang seperti itu, belum menjadi jaminan perubahan signifikan buat negara.
Karena yang memperbaiki dengan yang hanya merusak, lebih banyak yang akan merusak. Di seluruh sudut negeri banyak orang lamis, hanya bersikap baik di depan tapi menikam di belakang. Tetapi pemimpinnya punya perbawa atau sangat ditakuti musuh-musuhnya.
Inilah tanda-tanda pergantian kekuasaan."
. .Catatan sy terkait Tanda-Tanda Pergantian Kekuasaan yg tertulis di dalam Jongko Pujangga di tanah Jawa (Jayabaya abad XIII dan Ranggawarsita abad XIX) pic.twitter.com/iSd65CqSZC— Fadli Zon (@fadlizon) 17 Juli 2018
Catatan sy terkait Tanda-Tanda Pergantian Kekuasaan yg tertulis di dalam Jongko Pujangga di tanah Jawa (Jayabaya abad XIII dan Ranggawarsita abad XIX) pic.twitter.com/TGFOCtRD9W— Fadli Zon (@fadlizon) 17 Juli 2018