Beritaterheboh.com - Kuasa hukum mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis TNI AD, Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Kivlan Zen, Suth...
Beritaterheboh.com - Kuasa hukum mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis TNI AD, Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Kivlan Zen, Sutha Widhya mengatakan kliennya resmi ditahan setelah menjadi tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal.
"Dalam hal ini kebijakan dari kepolisian untuk menahan 20 hari ke depan di rumah tahanan Guntur, Jakarta Selatan," kata Widhya seperti dikutip Antara di Kantor Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis.
Lihat juga: Kelelahan, Kivlan Zen Minta Istirahat dari Pemeriksaan Polisi
Widhya mengatakan polisi meyakini mempunyai alat bukti cukup terkait kepemilikan senjata api ilegal oleh Kivlan.
Walau sempat menolak, Kivlan dipastikan akan mengikuti proses hukum yang berlaku. "Sebetulnya tidak ada alasan untuk menahan. Tapi kita ikuti prosedur dulu. Kivlan seorang patriot ya, seorang patriot tidak akan mundur," lanjut dia.
CNNIndonesia.com sudah berusaha menghubungi Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono untuk mengonfirmasi kabar penahanan Kivlan namun belum mendapat respons.
Widhya mengaku sudah menyiapkan strategi untuk membebaskan kliennya dalam 20 hari dengan mengupayakan langkah hukum.
"Kami minta orang-orang yang bisa memberikan kesaksian. Sebab nanti seperti sebelum ke persidangan, kami upayakan ini bebas, Dalam waktu 20 hari kita upayakan beliau bebas," ujarnya.
Lihat juga: Kuasa Hukum Sebut Kivlan Zen Jadi Tersangka Kasus Senjata Api
Hingga saat ini, Kivlan masih diperiksa secara insentif di ruang pemeriksaan Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan juga tengah diperiksa secara medis.
Polisi menjerat Kivlan dengan UU Darurat Nomor 1/1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Kivlan diduga memiliki hubungan dengan enam orang yang diduga berencana melakukan pembunuhan pada empat tokoh nasional yakni Menko Maritim dan Perekonomian, Jenderal TNI (Hor) (Purnawirawan) Luhut Pandjaitan, Menko Polhukam, Jenderal TNI (Purnawirawan) Wiranto, Kepala Badan Intelijen Negara, Budi Gunawan, dan dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan, Komisaris Jenderal Polisi (Purnawirawan) Gories Mere, serta satu ketua Lembaga Survei.
Lihat juga: Polisi Dalami Kaitan Senjata Ilegal Kivlan dengan Aksi 22 Mei
Keenam tersangka itu disebut-sebut menunggangi kerusuhan 22 Mei untuk melakukan aksinya. Polisi mengungkapkan, kelompok ini dipimpin HK dan beranggotakan IR, TJ, AZ, AD dan AF.
Mereka memiliki peran berbeda mulai dari mencari penjual senjata api hingga mencari eksekutor. Keenamnya kini sudah ditahan polisi.
Sopir Kivlan Zen Ditetapkan Sebagai Tersangka
Salah satu dari enam tersangka yang diduga berencana membunuh empat tokoh nasional, Armi, disebut pernah bekerja sebagai sopir pribadi Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen. Kivlan juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kepemilikan senjata api ilegal.
"Part time saja dia membantu dalam hal sebagai drivernya pak Kivlan. Membantu sekali-kali, tidak full, karena pak Kivlan pada prinsipnya lebih nyaman mengendarai kendaraan seorang diri," kata kuasa hukum Kivlan Zen, Djudju Purwantoro di Polda Metro Jaya, Kamis (30/5) dinihari.
Djudju menjelaskan Armi telah bekerja dengan Kivlan tiga bulan terakhir dan saat periode tersebutlah mereka baru saling kenal meski sama-sama merupakan anggota TNI. Dan karena hubungan tersebutlah pihak kepolisian menetapkan Kivlan sebagai tersangka kasus kepemilikan senjata ilegal.
Akan tetapi, Djudju menyebut status Kivlan sebagai tersangka tidak tepat karena tidak relevan antara Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang senjata api yang dijerat pada Kivlan, dengan fakta yang terjadi, di mana menurut Djudju, kliennya tidak memiliki, menguasai atau menyimpan senjata yang terkait dengan Armi meski mengetahui bahwa Armi memiliki senjata.
Kivlan juga tidak mengetahui bahwa Armi termasuk dalam enam tersangka yang berencana membunuh empat tokoh nasional, karena Kivlan berpikir senjata itu dimiliki Armi untuk keperluan kerja, karena Armi memiliki sekaligus menjadi koordinator perusahaan penyedia jasa keamanan.
"Waktu itu pernah menginformasikan tapi pak Kivlan beri saran kalau memiliki senjata api apalagi koordinator satpam itu harus sesuai aturan, harus memiliki izin," ujar Djudju.
Berdasarkan keterangan Djudju, polisi menjerat Kivlan dengan Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang senjata api yang memiliki ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Polda Metro Jaya belum memberikan pernyataan resmi terkait penetapan status ini.
Kendati demikian, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo sebelumnya menyebut Kivlan bakal diperiksa terkait kasus kepemilikan senjata ilegal yang ditangani Polda Metro. Sementara laporan ihwal kasus makar yang juga menyeret Kivlan ditangani Bareskrim Polri.
"LP pertama yang ditangani oleh Bareskrim terkait masalah tindak pidana makar. Kemudian ada satu LP lagi yang saat ini sedang ditangani oleh Polda Metro Jaya terkait masalah kepemilikan senjata api ilegal," ujar Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (29/5).
Mabes Polri sebelumnya telah menangkap enam orang yang diduga berencana melakukan pembunuhan pada empat tokoh nasional yakni Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Polhukam Wiranto, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.
(CNNIndonesia.com/Republika.co.id)