Beritaterheboh.com - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menganggap sistem anggaran digital atau e-budgeting terlalu detail karena sampa...
Beritaterheboh.com - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menganggap sistem anggaran digital atau e-budgeting terlalu detail karena sampai satuan ketiga.
Dia memberi contoh program pentas musik dengan nilai anggaran Rp 100 juta.
Dalam sistem e-budgeting, anggaran tersebut harus diturunkan dalam bentuk komponen.
Menurut dia, rancangan anggarannya tidak perlu detail sampai pada satuan ketiga terlebih dahulu karena itu yang akan dibahas bersama DPRD DKI.
"Sehingga setiap tahun staf itu banyak yang memasukkan yang penting masuk angka Rp 100 juta dulu. Toh nanti yang penting dibahas," ujar Anies Baswedan dikutip TribunJakarta.com dari Kompas.com, pada Jumat (1/11/2019).
Dengan kata lain, KUA-PPAS diserahkan ke DPRD DKI secara gelondongan.
"Itu dokumen ada harus dicek manual, apakah panggung, mic, terlalu detail di level itu, ada beberapa yang mengerjakan dengan teledor (karena) toh diverifikasi dan dibahas," ujar Anies.
"Cara-cara seperti ini berlangsung setiap tahun. Setiap tahun muncul angka aneh-aneh," kata dia.
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat lantas menanggapi kritikan Anies Baswedan tersebut.
Hal tersebut dipaparkan Djarot Saiful Hidayat saat menjadi narasumber di acara Apa Kabar Indonesia, TV One.
Djarot Saiful Hidayat tampak heran terhadap Anies Baswedan yang mempermasalahkan sistem e-budgeting yang terlalu detail.
Menurut Djarot Saiful Hidayat hal tersebut justru malah menguntungkan, pasalnya DPRD dapat menentukan apakah anggaran yang diajukan tersebut digunakan dengan tepat.
"Kalau seumpanya DPRD tahu sampai detail sampai satuan tiga itu malah menguntungkan dong," ucap Djarot Saiful Hidayat dikutip TribunJakarta.com dari YouTube TV One, pada Jumat (1/11/2019).
"Sambil dia mengkroscek apakah anggaran itu sesuai dengan aspirasi masyarkat,"
"Dan apakah anggaran itu tepat digunakan," tambahnya.
Djarot Saiful Hidayat mengatakan penganggaran yang tak tepat sasaran biasanya kerap terjadi dalam pengadaan barang habis pakai.
Diketahui anggaran pengadaan barang habis pakai seperti pulpen mencapai Rp 123,8 miliar dan lem aibon Rp 82 miliar.
Politikus PDI Perjuangan itu menilai anggaran ratusan miliaran untuk pengadaan pulpen, dapat digunakan untuk membuat bahkan membeli pabrik alat tulis tersebut.
"Contoh paling banyak digunakan anggaran-anggaran barang habis pakai," ucap Djarot Saiful Hidayat.
"Sekarang yang lagi dipersoalkan habis pakai itu semua, kaya bolpoint sampe Rp 128 miliar, kita bikin aja pabriknya sekalian, kita beli pabriknya,"
"Lem aibon sampai sekian itu fantastis," imbuhnya.
Djarot Saiful Hidayat mengatakan sistem e-budgeting bertujuan agar tak ada pengajuan anggaran yang tak masuk akal, seperti halnya dalam kasus lem aibon dan pulpen.
"Dengan sistem itu supaya tak ada lagi anggaran siluman yang diam-diam dimasukan," kata Djarot Saiful Hidayat.
"Kita bisa mengetahui kok siapa yang mengingput, siapa yang memverifikasi," imbuhnya.
SIMAK VIDEONYA:
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Anies Baswedan Sebut E-Budgeting Warisan Ahok Terlalu Detail, Djarot Heran: Malah Menguntungkan Dong,