Beritaterheboh.com - Kepala SMP Arrahman di Neglasari, Kota Tangerang, Yudiati (53) dipecat oleh yayasannya karena dilarang mengintervens...
Beritaterheboh.com - Kepala SMP Arrahman di Neglasari, Kota Tangerang, Yudiati (53) dipecat oleh yayasannya karena dilarang mengintervensi program keuangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP).
Yudiati menceritakan, selama tiga bulan menjabat (Juli - September 2019) sebagai kepala sekolah, ia tak pernah mengetahui aliran penggunaan dana tersebut.
Padahal, sebagai Kepsek seharusnya mengetahui dan memegang dana BOS dan BOP.
"Saya sebagai kepala sekolah berhak mengawasi dana BOS dan BOP karena itu kan harus transparansi. Dana untuk apa saja penggunaannya kan itu tugas kepala sekolah. Tapi saya ini tidak diperbolehkan mengawasi itu," jelas Yudiati.
Yudiati mengaku, kejanggalan soal pemecatannya itu telah dirasakan ketika ia menanyakan laporan keuangan kepada bendahara sekolah di awal September 2019.
Hal tersebut dilakukannya karena ia tak pernah sama sekali menerima laporan BOS dan BOP.
"Saat saya meminta laporan keuangan ke Ibu Marini sebagai bendahara sekolah di akhir September, selalu tidak diberikan. Saya pun dengan tegas agar dana BOS dan BOP dari awal Agustus diberikan ke saya," tutur Yudiati.
Setelah menerima laporan penggunaan dana BOS dan BOP, rupanya tercatat telah digunakan untuk keperluan sekolah seperti pengembangan profesi, gaji guru dan sebagainya
Bahkan, Yudiati merasa aneh dengan nominal puluhan juta yang ditulis dipakainya di laporan keuangan tersebut.
"Tertulis kepala sekolah memakai dana BOS sebesar Rp 10 juta. Saat itu saya protes dan minta diperbaiki, karena saya tidak terlibat pengaturan uang BOS dan BOP dan pertama kali menjabat kepala sekolah. Dari laporan tersebut tertulis dana BOS yang diterima sekolah sebesar Rp 34 juta pada Agustus 2019," beber Yudiati.
Ia pun meminta bendahara sekolah yang juga sebagai istri dari ketua yayasan untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Hal itu karena di laporan tersebut tertulis persetujuan kepala sekolah, padahal Yudiati tak pernah mengetahui anggaran tersebut sama sekali.
"Setelah saya meminta seperti itu, ketua yayasan pun mengeluarkan pernyataan kalau kepala sekolah tidak boleh mengatur keuangan sekolah termasuk dana BOS dan BOP. Bahkan, saya diancam untuk dikeluarkan," ujar Yudiati.
Setelah mendapat ancaman pemecatan, dirinya pun menunjukkan surat dari Dinas Pendidikan Kota Tangerang terkait pelaksanaan dana BOS dan BOP itu diawasi kepala sekolah.
Tapi, dirinya pun mendapat tekanan dari yayasan setelah memberi tahu surat tersebut.
"Ketua yayasan bilang semua yang mengatur yayasan bukan kepala sekolah. Bahkan yayasan secara sepihak tanpa ada perundingan lagi untuk melakukan pemecatan ke saya," tutur Yudiati.
Ia menjelaskan pemecatan terhadap dirinya terjadi pada 7 Oktober 2019 lalu.
Tapi surat pemecatan tersebut baru dibuat oleh yayasan pada 14 Oktober 2019.
Bahkan, surat tersebut dikirim oleh pihak yayasan pada 16 Oktober 2019 melalui aplikasi WhatsApp.
"Sejak tanggal 7-14 Oktober itu saya masih masuk sekolah, ada yang janggal saat itu karena jabatan kepala sekolah diambil alih yayasan. Sejak tanggal 14 Oktober karena semua guru sudah tidak ada yang mau mendengar, saya putuskan untuk berdiam diri di rumah, hingga ada pesan WhatsApp terkait pemecatan tersebut," ungkap Yudiati.
Hingga hari ini laporan terkait pemecatan dirinya telah sampai di Dinas Pendidikan Kota Tangerang.
Dirinya meminta pihak dinas untuk melakukan tindak lanjut terhadap perkara yang didapatinya karena tidak boleh mengawasi dana BOS dan BOP.
"Saya dilarang oleh pihak yayasan untuk berkoordinasi dengan dinas. Tapi sudah saya laporkan ke Dinas Pendidikan Kota Tangerang. Kata pihak dinas mau datangi ke sekolah dengan maksud menanyakan perihal kejadian ini," ujarnya.
Ambil Langkah Hukum
Kuasa hukum Yudiati, Gan-Gan R.A menuturkan terdapat beberapa kejanggalan pemecatan yang dilakukan secara sepihak oleh yayasan.
"Pemecatan dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2019 tetapi SK Pembebasan Tugas Jabatan yang ditandatangani Ketua Badan Pengurus Harian Yayasan Arrahman tanggal 14 Oktober 2019. SK ini dalam bentuk foto dan dikirimkan melalui aplikasi WhatsApp,”tegas Gan-Gan saat dikonfirmasi TribunJakarta.com pada Jumat (1/11/2019).
Gan-Gan menyatakan, pihak yayasan selalu bersikap tertutup jika didesak oleh kepala sekolah agar terbuka terhadap alokasi penggunaan dana BOS dan BOP.
"Tidak ada komite sekolah di SMP Arrahman Kota Tangerang yang bisa dilibatkan dalam fungsi dan pengawasan alokasi dana BOS dan BOP," sambung Gan-gan.
Ia menyebut, laporan keuangan BOS dan BOP pun beberapa kali direvisi untuk menyesuaikan dengan alokasi dana yang dikelola oleh pihak Badan Pengurus Yayasan Arrahman.
Selain itu, ia menganggap, Badan Pengurus Yayasan Arrahman bersikap arogan.
Bahkan tak jarang pihak yayasan selalu bersikap mengintimidasi kepada kepala sekolah apabila tidak mengikuti arahan dari yayasan.
"SK pengangkatan kepala sekolah yang dikeluarkan Badan Pengurus Harian Yayasan Arrahman tidak mengandung kepastian hukum," tuturnya.
Ia menyampaikan, pihaknya akan mengambil langkah dan upaya hukum terkait kasus ini.
Seperti mengirimkan somasi kepada Ketua Badan Pengurus Yayasan Arrahman.
Lalu, mengirimkan surat pengaduan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Ketenagakerjaan, dan Dinas Pendidikan Kota Tangerang.
"Apabila dikemudian hari ditemukan bukti dan fakta hukum perihal adanya dugaan tindakan penyelewangan dana BOS dan BOP, kuasa hukum akan membuat pelaporan perkara kepada pihak kepolisian," kata Gan-gan.(Tribunnews.com)
Yudiati menceritakan, selama tiga bulan menjabat (Juli - September 2019) sebagai kepala sekolah, ia tak pernah mengetahui aliran penggunaan dana tersebut.
Padahal, sebagai Kepsek seharusnya mengetahui dan memegang dana BOS dan BOP.
"Saya sebagai kepala sekolah berhak mengawasi dana BOS dan BOP karena itu kan harus transparansi. Dana untuk apa saja penggunaannya kan itu tugas kepala sekolah. Tapi saya ini tidak diperbolehkan mengawasi itu," jelas Yudiati.
Yudiati mengaku, kejanggalan soal pemecatannya itu telah dirasakan ketika ia menanyakan laporan keuangan kepada bendahara sekolah di awal September 2019.
Hal tersebut dilakukannya karena ia tak pernah sama sekali menerima laporan BOS dan BOP.
"Saat saya meminta laporan keuangan ke Ibu Marini sebagai bendahara sekolah di akhir September, selalu tidak diberikan. Saya pun dengan tegas agar dana BOS dan BOP dari awal Agustus diberikan ke saya," tutur Yudiati.
Setelah menerima laporan penggunaan dana BOS dan BOP, rupanya tercatat telah digunakan untuk keperluan sekolah seperti pengembangan profesi, gaji guru dan sebagainya
Bahkan, Yudiati merasa aneh dengan nominal puluhan juta yang ditulis dipakainya di laporan keuangan tersebut.
"Tertulis kepala sekolah memakai dana BOS sebesar Rp 10 juta. Saat itu saya protes dan minta diperbaiki, karena saya tidak terlibat pengaturan uang BOS dan BOP dan pertama kali menjabat kepala sekolah. Dari laporan tersebut tertulis dana BOS yang diterima sekolah sebesar Rp 34 juta pada Agustus 2019," beber Yudiati.
Ia pun meminta bendahara sekolah yang juga sebagai istri dari ketua yayasan untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Hal itu karena di laporan tersebut tertulis persetujuan kepala sekolah, padahal Yudiati tak pernah mengetahui anggaran tersebut sama sekali.
"Setelah saya meminta seperti itu, ketua yayasan pun mengeluarkan pernyataan kalau kepala sekolah tidak boleh mengatur keuangan sekolah termasuk dana BOS dan BOP. Bahkan, saya diancam untuk dikeluarkan," ujar Yudiati.
Setelah mendapat ancaman pemecatan, dirinya pun menunjukkan surat dari Dinas Pendidikan Kota Tangerang terkait pelaksanaan dana BOS dan BOP itu diawasi kepala sekolah.
Tapi, dirinya pun mendapat tekanan dari yayasan setelah memberi tahu surat tersebut.
"Ketua yayasan bilang semua yang mengatur yayasan bukan kepala sekolah. Bahkan yayasan secara sepihak tanpa ada perundingan lagi untuk melakukan pemecatan ke saya," tutur Yudiati.
Ia menjelaskan pemecatan terhadap dirinya terjadi pada 7 Oktober 2019 lalu.
Tapi surat pemecatan tersebut baru dibuat oleh yayasan pada 14 Oktober 2019.
Bahkan, surat tersebut dikirim oleh pihak yayasan pada 16 Oktober 2019 melalui aplikasi WhatsApp.
"Sejak tanggal 7-14 Oktober itu saya masih masuk sekolah, ada yang janggal saat itu karena jabatan kepala sekolah diambil alih yayasan. Sejak tanggal 14 Oktober karena semua guru sudah tidak ada yang mau mendengar, saya putuskan untuk berdiam diri di rumah, hingga ada pesan WhatsApp terkait pemecatan tersebut," ungkap Yudiati.
Hingga hari ini laporan terkait pemecatan dirinya telah sampai di Dinas Pendidikan Kota Tangerang.
Dirinya meminta pihak dinas untuk melakukan tindak lanjut terhadap perkara yang didapatinya karena tidak boleh mengawasi dana BOS dan BOP.
"Saya dilarang oleh pihak yayasan untuk berkoordinasi dengan dinas. Tapi sudah saya laporkan ke Dinas Pendidikan Kota Tangerang. Kata pihak dinas mau datangi ke sekolah dengan maksud menanyakan perihal kejadian ini," ujarnya.
Ambil Langkah Hukum
Kuasa hukum Yudiati, Gan-Gan R.A menuturkan terdapat beberapa kejanggalan pemecatan yang dilakukan secara sepihak oleh yayasan.
"Pemecatan dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2019 tetapi SK Pembebasan Tugas Jabatan yang ditandatangani Ketua Badan Pengurus Harian Yayasan Arrahman tanggal 14 Oktober 2019. SK ini dalam bentuk foto dan dikirimkan melalui aplikasi WhatsApp,”tegas Gan-Gan saat dikonfirmasi TribunJakarta.com pada Jumat (1/11/2019).
Gan-Gan menyatakan, pihak yayasan selalu bersikap tertutup jika didesak oleh kepala sekolah agar terbuka terhadap alokasi penggunaan dana BOS dan BOP.
"Tidak ada komite sekolah di SMP Arrahman Kota Tangerang yang bisa dilibatkan dalam fungsi dan pengawasan alokasi dana BOS dan BOP," sambung Gan-gan.
Ia menyebut, laporan keuangan BOS dan BOP pun beberapa kali direvisi untuk menyesuaikan dengan alokasi dana yang dikelola oleh pihak Badan Pengurus Yayasan Arrahman.
Selain itu, ia menganggap, Badan Pengurus Yayasan Arrahman bersikap arogan.
Bahkan tak jarang pihak yayasan selalu bersikap mengintimidasi kepada kepala sekolah apabila tidak mengikuti arahan dari yayasan.
"SK pengangkatan kepala sekolah yang dikeluarkan Badan Pengurus Harian Yayasan Arrahman tidak mengandung kepastian hukum," tuturnya.
Ia menyampaikan, pihaknya akan mengambil langkah dan upaya hukum terkait kasus ini.
Seperti mengirimkan somasi kepada Ketua Badan Pengurus Yayasan Arrahman.
Lalu, mengirimkan surat pengaduan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Ketenagakerjaan, dan Dinas Pendidikan Kota Tangerang.
"Apabila dikemudian hari ditemukan bukti dan fakta hukum perihal adanya dugaan tindakan penyelewangan dana BOS dan BOP, kuasa hukum akan membuat pelaporan perkara kepada pihak kepolisian," kata Gan-gan.(Tribunnews.com)