Beritaterheboh.com - Memiliki latar belakang pendidikan yang cukup tinggi dan berasal dari keluarga berada, bukanlah jaminan seseorang ...
Beritaterheboh.com - Memiliki latar belakang pendidikan yang cukup tinggi dan berasal dari keluarga berada, bukanlah jaminan seseorang tak bisa terjerat lingkaran terorisme.
Puji Kuswati (43) contohnya. Wanita ini menjadi salah satu pelaku utama teror bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro, Surabaya, Minggu (13/5), bersama sang suami, R. Dita Oepriarto (47). Padahal menurut warga, Puji merupakan lulusan akademi keperawatan dan berasal dari keluarga terpandang di Banyuwangi.
"Pak RW cerita, bahwa mertuanya Pak Dita (orang tua Puji Kuswati-red) ini orang terkaya di Muncar, Banyuwangi. Nah, setiap datang ke sini, mertuanya Pak Dita ini bawa mobil mewah, dikawal oleh petugas," ujar Khorihan, Ketua RT 02 Wisma Indah, tempat tinggal Dita sekeluarga, Senin (14/5).
Cerita itu rupanya disampaikan warga sekitar ketika dimintai keterangan oleh Densus 88 Antiteror ketika menggeledah kediaman Dita. Warga di sekitar lokasi juga mengakui bahwa Dita sekeluarga hidup dalam ekonomi yang berkecukupan.
"Itu Pak RW yang tahu, yang bertetangga. Pak RW itu cerita ke Densus, pas ditanya juga begitu. Kalau ditanya soal ekonomi ya itu, sudah berkecukupan," jelas Khorihan.
Baca Juga :
Dita Oepriarto (46), Puji Kuswati (42), Yusuf Fadhil (18), Firman Halim (16), Fadhila Sari (12) dan Famela Rizqita (9) adalah para pelaku bom bunuh diri tiga gereja di Surabaya, Minggu (13/5) kemarin. Mereka adalah satu keluarga terdiri dari ayah, ibu dan empat anak-anak.
Dita selaku kepala keluarga menjadi pemimpin aksi ini dengan terlebih dulu menurunkan sang istri dan dua anak perempuan yang tubuhnya sudah terlilit bom di GKI, Jl Dipenogoro, Surabaya.
Lalu dia menyetir mobil Toyota Avanza yang berisi bom kemudian menabrakkan mobil ke Gereja Pantekosta di Jalan Arjuna, Surabaya. Terakhir, dua anak laki-laki Dita beraksi di Gereja Katolik, Ngagel, Surabaya, menggunakan sepeda motor.
Keenamnya tewas seketika dengan kondisi tubuh mengenaskan. Aksi mereka juga membuat 13 orang jemaat tewas dan 43 lainnya luka-luka.
Tiga Mobil Pemberian Mertua 'Disekolahkan', Mobil Keempat Dipakai Ngebom
Kapolres Banyuwangi AKBP Donny Adityawarman menegaskan, keluarga Puji Kuswati di Dusun Krajan, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar tak terlibat jaringan teroris meskipun kedua belah pihak masih berhubungan darah.
"Mungkin masih ada, karena dia (Puji Kuswati) kelahiran Banyuwangi. Tapi tidak terkait apapun. Karena sudah sejak kecil sudah tinggal di luar Banyuwangi. Bila terkait pasti Densus 88 sudah bergerak ke Banyuwangi. Seperti kasus Cluring 2015," terangnya.
Bahkan, kata Kapolres, dia sudah tidak bersama keluarganya sejak usia baru 20 bulan. Puji kecil diasuh oleh kakak dari ayahnya di Magetan. Dan setelah menikah, dia tinggal di Surabaya.
"Keterangan ketua RT di rumah tinggal yang bersangkutan, tinggal sebagai warga sejak 2012 dan ber-KTP Surabaya," jelasnya.
Merunut dari persoalan ini, kehidupan pelaku bom tersebut sangat kecil bersinggungan dengan keluarga besarnya di Muncar. Apalagi mengenai paham radikal yang berujung dengan adanya terorisme.
"Dia berubah total, menjadi pendiam dan sangat tertutup usai menikah. Tak banyak komunikasi dengan keluarga H. Kusni (ayahnya)," terang Rusiyono, salah seorang anggota keluarganya di Muncar.
Padahal, keluarga telah melapangkan hati untuk untuk menerima sepenuh hati keberadaan Puji Kuswati. Tak pernah terputus tali silaturahmi meski dia tinggal jauh dari tanah kelahirannya.
"Keluarga merasa sakit hati saat dirinya memutuskan menikah dengan suaminya itu. H Kusni tak setuju, sejak saat itu tak pernah berhubungan langsung. Sikapnya berubah 100 persen setelah bersama suaminya itu. Padahal, dulu biasa-biasa saja waktu ikut budenya," ujarnya.
Tapi, sikap keluarganya itu mulai luluh kala Puji Kuswati melahirkan putra-putrinya. Dia mulai mendekat, bahkan dengan tangan terbuka keluarga menerimanya.
"Sejak tinggal di Surabaya itu rumahnya dibelikan sama H. Kusni. Nilainya sekitar Rp 600 juta. Tapi anehnya belakangan ini katanya kok mau dijual. Alasannya rumah itu terkena najis," ujar Riyono.
Perhatian keluarga H. Kusni tak berhenti di situ. Menurutnya, dia sempat beberapa kali dibelikan mobil mewah. Bahkan untuk membiayai kebutuhan keluarga juga dari orang tuanya.
"Karena merasa kasihan sama anak-anaknya, H. Kusni tiga kali membelikan mobil. Tapi tanpa alasan justru mobilnya dijual. Saat itu, Puji mau ke sini minta jemput turun di Kecamatan Srono sudah tidak membawa mobil. Pulangnya suruh bawa mobil Avanza, ya yang dibuat ngebom itu, tapi BPKB-nya tidak dikasih," ujarnya.
Tapi tak menyangka, perhatian dan sumbangsih kasih sayang dari orang tuanya terenggut. Kala dirinya dipastikan menjadi pelaku bom gereja di Surabaya.
"H Kusni sangat terpukul, syok banget karena tak menyangka anaknya berperilaku demikian. Terakhir komunikasi itu Januari 2018 saat itu ke sini waktu ada nikahan saudaranya, gitu aja datang pagi, malamnya langsung pulang," katanya.
Di sisi lain, sebenarnya keluarga besar H. Kusni memang dari kalangan terpandang. Selain sukses sebagai pemilik rumah jamu tradisional, orang tua Puji Astuti merupakan pensiunan.
"H Kusni pensiunan TNI AL dan ibunya itu pensiuan guru. Kalau dibilang, bapaknya NKRI harga mati. Tapi tak menyangka kok bisa begitu," pungkasnya. [rin/air]