Beritaterheboh.com - Anggota Dewan Pengarah BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Fadli Zon, menegaskan pihaknya tidak akan membawa bukti du...
Beritaterheboh.com - Anggota Dewan Pengarah BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Fadli Zon, menegaskan pihaknya tidak akan membawa bukti dugaan kecurangan Pemilu 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia mengaku kecewa dengan MK.
"Jalur MK itu adalah jalur yang dianggap oleh teman-teman itu dianggap jalur yang sia-sia. Pengalaman dari yang lalu," kata Fadli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Dia berkaca dari pengalaman saat Pilpres 2014. Menurut Fadli, MK tidak memproses gugatan bukti kecurangan yang diajukan pihaknya. Saat Pilpres 2014, Prabowo Subianto berdampingan dengan Hatta Rajasa.
"Pengalaman mengajukan ke MK pada 2014 dengan sejumlah bukti kecurangan yang begitu besar berkontainer-kontainer waktu itu saksinya memang kita bagi tugas ada dari PKS. Tapi tidak ada satu boks pun yang dibuka MK," tutur Waketum Gerindra itu.
"Jadi MK itu nggak ada gunanya dalam persoalan memberikan judgement soal pemilu karena pengalaman yang lalu," lanjut Fadli.
Merespon hal tersebut, Rais Syuriah PCNU Australia Nadirsyah Hosen atau dikenal Gus Nadir mengatakan bahwa BPN Prabowo – Sandiaga bisa menggunakan jalur tersebut karena komposisi hakim MK yang berbeda pada saat Pemilu 2014 silam.
Alasan BPN Prabowo – Sandiaga menolak menggunakan jalur MK untuk menyelesaikan dugaan kecurangan selama pemilu lantaran pengalamannya pada Pemilu 2014. Saat itu Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Rajasa kalah dalam gugatannya. BPN juga menilai saat itu MK sama sekali tidak membuka bukti yang telah dibawanya.
“Kenapa BPN enggak percaya MK di tahun 2019? Padahal komposisi majelis hakim MK tahun 2014 dan 2019 sudah berubah,” cuit Gus Nadir di akun Twitternya @na_dirs pada Kamis (16/5/2019).
Tahun 2014 kubu Prabowo-Hatta bilang akan membawa bukti kecurangan ke MK diangkut 15 mobil Lapis Baja dan 10 truk kontainer.— Nadirsyah Hosen (@na_dirs) May 15, 2019
Faktanya mereka bawa 3 bundel dokumen saat itu. @fadlizon mungkin lupa bhw th 2014 itu tdk ada bukti berkontainer-kontainer spt yg dia klaim sekarang pic.twitter.com/PWgKZ4qVtz
Saya lanjutkan yah. Saya fokus ke MK. Kenapa BPN gak percaya MK di th 2019? Padahal komposisi majelis hakim MK tahun 2014 dan 2019 sdh berubah.— Nadirsyah Hosen (@na_dirs) May 16, 2019
Ada 5 hakim MK yg th 2014 menolak gugatan Prabowo-Hatta, dan kini kelima posisi hakim tsb sdh berganti orang. Jadi knp gak mau ke MK?
Komposisi hakim MK itu 9 orang. Masing2 DPR, MA dan Pemerintah memilih 3 hakim. Ini utk menjaga netralitas MK. Jadi tdk bisa pemerintah mengintervensi putusan MK karena pasti kalah voting dg 6 hakim lainnya. Inilah hebatnya struktur MK— Nadirsyah Hosen (@na_dirs) May 16, 2019
Dlm mengadili sengketa Pilpres, MK tdk bisa menilai hanya berdasarkan isu atau asumsi, tapi benar2 berdasarkan bukti & fakta hukum di persidangan. Siapa yg mendalilkan terjadinya kecurangan, mrk yg harus membuktikannya di MK. Kalau bukti tdk kuat, pasti ditolak spt th 2014— Nadirsyah Hosen (@na_dirs) May 16, 2019
MK jg akan melihat perbandingan antara suara yg diklaim curang dg selisih total suara. Jadi, kalau selisih kemenangan 01 dg 02 itu 15 jt, sementara suara yg diklaim hilang oleh 02 cuma 1-2 jt suara maka MK akan menolak gugatan krn gak akan mengubah kemenangan 01— Nadirsyah Hosen (@na_dirs) May 16, 2019
Itu artinya 02 kalau mau maju ke MK harus membuktikan kecurangan melebihi selisih suara 15 jt itu. Gak mudah karena ini berarti mrk harus membuktikan kecurangan di lebih 50 ribu TPS karena 1 TPS ada 300 suara. Ini dg asumsi 50 ribu TPS milih 01 semua dan 02 dpt nol yah.— Nadirsyah Hosen (@na_dirs) May 16, 2019
Membuktikan terjadinya kecurangan di minimal 50 ribu TPS jg tdk mudah, apalagi kalau hanya berdasarkan salah entry di Situng KPU. Kenapa? Kita bahas yaahh 😊— Nadirsyah Hosen (@na_dirs) May 16, 2019
Pertama, harus dicek selisih salah entry di Situng KPU itu apakah sampai melebihi 15 jt selisih suara? Kalau enggak sebanyak itu, ya gak kuat buktinya utk mengubah total suara kemenangan 01. Kalau salah entry hanya kurang dari 2% jumlah TPS ya gak cukup buktinyautk blg curang TSM— Nadirsyah Hosen (@na_dirs) May 16, 2019
Kedua, penetapan hasil pemilu baik pilpres dan pileg itu bukan berdasarkan Situng tapi penghitungan manual secara berjenjang dari bawah sampai ke propinsi dan tingkat nasional. Rekapitulasi suara di pleno KPU yg jadi ukuran. Bukan proses dan hasil Situng. Sdh paham belum?— Nadirsyah Hosen (@na_dirs) May 16, 2019
Maka BPN bisa aja berargumen di MK bhw saat rekapitulasi suara di Pleno KPU ada kecurangan. Saksi BPN sdh protes dg tunjukkan c1 tapi dicuekin KPU misalnya. Apa yg terjadi di pleno KPU ini yg akan dilihat bukti2nya oleh MK apa rekapitulasi itu lancar saja dan dittd saksi BPN?— Nadirsyah Hosen (@na_dirs) May 16, 2019
Pleno KPU sendiri diawasi oleh Bawaslu. Jadi MK akan panggil Bawaslu dan cek berita acara pleno utk memeriksa bukti2 pihak BPN yg mendalilkan terjadi kecurangan saat penetapan suara di pleno KPU.Kalau saksi ditarik mundur maka mrk tdk bisa menunjukkan bukti kecurangan di pleno— Nadirsyah Hosen (@na_dirs) May 16, 2019
Adu data itu di pleno KPU. Ini utk bukti2 di KPU. Tapi kalau saksi BPN hadir dan ttd alias menerima rekapitulasi suara di Pleno KPU, ya apa yg mau digugat ke MK? Di sini dilemanya BPN. Sekali lagi, kita bicara pembuktian hukum, bukan main asumsi saja— Nadirsyah Hosen (@na_dirs) May 16, 2019
Mari kita berhenti membodohi rakyat dg isu dan asumsi. Mari kita turut bantu jelaskan proses rekapitulasi suara di KPU dan proses pembuktian di MK itu spt apa aturan mainnya. Biar rakyat cerdas, dan tahu bahwa semua mekanisme utk memverifikasi hasil pilpres dan pileg sdh tersedia— Nadirsyah Hosen (@na_dirs) May 16, 2019
zonk ini komisi 3 yang milih, dia juga yg komplen😂— makLambeTurah#AsalBukanPrabowo (@makLambeTurah) May 17, 2019