foto: detiksultra.com Beritaterheboh.com - Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, melakukan aksi protes terhadap aturan k...
foto: detiksultra.com
Beritaterheboh.com - Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, melakukan aksi protes terhadap aturan kampus yang tidak memperbolehkan penggunaan cadar bagi mahasiswi.
Dalam aksi yang berlangsung Senin (3/9/2019) lalu, mahasiswa menyebutkan penerapan kode etik tersebut dinilai bisa merampas hak mahasiswa.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Rektor III IAIN Kendari, Herman mengatakan, aturan yang terdapat pada kode etik pasal 14 poin 10 menyebutkan bahwa menutup wajah bagi mahasiswi dalam proses belajar mengajar menyulitkan dosen pada saat tatap muka. Dan hal itu masuk dalam pelanggaran sedang IAIN Kendari.
“Aturan ini dibuat karena dosen sulit mengenali mahasiswa dalam proses pembelajaran apabila menggunakan penutup wajah,” ungkap Herman ditemui di kampus IAIN Kendari, Selasa (3/9/2019).
Aturan tersebut, kata Herman, hanya berlaku pada saat proses perkuliahan berlangsung. Pada saat di luar jam kuliah, para mahasiswi tersebut diperbolehkan memakai kembali niqab atau cadar mereka.
“Sedangkan penggunaan penutup wajah di luar dari proses belajar mengajar tidak ada larangan dan tidak diatur dalam kode etik,” ujarnya.
Beberapa mahasiswa mengaku keputusan terkait aturan tersebut dilakukan secara sepihak, alias tidak ada sosialisasi dari kebijakan tersebut. Namun, pihak kampus membantah hal tersebut.
Herman menjelaskan, penyusunan kode etik ini juga melibatkan mahasiswa, yang dalam hal ini diwakili oleh ketua dewan eksekutif mahasiswa. Jadi, menurutnya, tidak tepat jika dinyatakan bahwa kode etik itu disusun secara sepihak.
Ulwi, salah seorang mahasiswa yang ditemui awak zonasultra.com mengaku, tidak setuju dengan aturan tersebut. Alasannya, karena hal tersebut menyangkut kepercayaan dan keyakinan masing-masing.
“Orang pakai cadar disuruh buka, dimana itu membuat mereka tidak nyaman. Itu pasti karena mereka mendapat pengetahuan yang mereka yakini bahwa itu sunnah atau wajib. Sama halnya orang yang tidak pakai cadar disuruh bercadar. Mereka yang tidak meyakini bahwa cadar itu bagaimana pasti mereka juga mempertahankan keyakinannya,” kata Ulwi di IAIN Kendari, Selasa (3/9/2019).
Sementara itu, mahasiswa lainnya, yakni Homsa mengaku tidak begitu mempermasalahkan jika larangan hanya berlaku di dalam kelas saja. Toh, di luar kelas mereka diizinkan untuk mengenakan kembali cadar tersebut. (a)
Soal Larangan Gunakan Cadar, AMPK IAIN Kendari Mendukung Kebijakan Rektor
Beritaterheboh.com - Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, melakukan aksi protes terhadap aturan kampus yang tidak memperbolehkan penggunaan cadar bagi mahasiswi.
Dalam aksi yang berlangsung Senin (3/9/2019) lalu, mahasiswa menyebutkan penerapan kode etik tersebut dinilai bisa merampas hak mahasiswa.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Rektor III IAIN Kendari, Herman mengatakan, aturan yang terdapat pada kode etik pasal 14 poin 10 menyebutkan bahwa menutup wajah bagi mahasiswi dalam proses belajar mengajar menyulitkan dosen pada saat tatap muka. Dan hal itu masuk dalam pelanggaran sedang IAIN Kendari.
“Aturan ini dibuat karena dosen sulit mengenali mahasiswa dalam proses pembelajaran apabila menggunakan penutup wajah,” ungkap Herman ditemui di kampus IAIN Kendari, Selasa (3/9/2019).
Aturan tersebut, kata Herman, hanya berlaku pada saat proses perkuliahan berlangsung. Pada saat di luar jam kuliah, para mahasiswi tersebut diperbolehkan memakai kembali niqab atau cadar mereka.
“Sedangkan penggunaan penutup wajah di luar dari proses belajar mengajar tidak ada larangan dan tidak diatur dalam kode etik,” ujarnya.
Beberapa mahasiswa mengaku keputusan terkait aturan tersebut dilakukan secara sepihak, alias tidak ada sosialisasi dari kebijakan tersebut. Namun, pihak kampus membantah hal tersebut.
Herman menjelaskan, penyusunan kode etik ini juga melibatkan mahasiswa, yang dalam hal ini diwakili oleh ketua dewan eksekutif mahasiswa. Jadi, menurutnya, tidak tepat jika dinyatakan bahwa kode etik itu disusun secara sepihak.
Ulwi, salah seorang mahasiswa yang ditemui awak zonasultra.com mengaku, tidak setuju dengan aturan tersebut. Alasannya, karena hal tersebut menyangkut kepercayaan dan keyakinan masing-masing.
“Orang pakai cadar disuruh buka, dimana itu membuat mereka tidak nyaman. Itu pasti karena mereka mendapat pengetahuan yang mereka yakini bahwa itu sunnah atau wajib. Sama halnya orang yang tidak pakai cadar disuruh bercadar. Mereka yang tidak meyakini bahwa cadar itu bagaimana pasti mereka juga mempertahankan keyakinannya,” kata Ulwi di IAIN Kendari, Selasa (3/9/2019).
Sementara itu, mahasiswa lainnya, yakni Homsa mengaku tidak begitu mempermasalahkan jika larangan hanya berlaku di dalam kelas saja. Toh, di luar kelas mereka diizinkan untuk mengenakan kembali cadar tersebut. (a)
Soal Larangan Gunakan Cadar, AMPK IAIN Kendari Mendukung Kebijakan Rektor
Rektor Insititut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, Prof. Dr. Faizah Binti Awad mengeluarkan keputusan untuk melarang menggunakan cadar di Kampus IAIN Kendari. Hal tersebut mendapatkan tanggapan dari kalangan akademisi dan mahasiswa.
Hal itu memunculkan banyak tanggapan seperti yang di lakukan oleh kelompok mahasiswa yang menolak kebijakan tersebut. Aksi yang dilakukan pun ikut berjilid jilid di kampus biru tersebut.
Disisi lain, tanggapan positif datang dari kelompok Aliansi Mahasiswa Pemerhati Kampus IAIN Kendari (AMPK) IAIN Kendari yang mendukung penuh atas kebijakan Rektor IAIN Kendari tersebut.
Ketua AMPK IAIN Kendari Agus Salim mengatakan, keputusan terserbut perlu di dukung penuh alasannya larangan tersebut bukan secara universal yang di terapkan di waktu dan tempat tertentu.
Misalnya, proses perkuliahan dan konsultasi dengan dosen karena secara psikologi dosen tidak bisa mengenal mahasiswa tersebut. Sesuai dengan kode etik bahwa yang di maksud pertemuan di dalam proses perkuliahan yang teksnya tertulis bertatapan wajah.
“Kami juga merasa bahwa larangan cadar merupakan salah satu cara membedakan mana budaya dan syariat. Hal ini sejalan dengan pandangan 4 Imam besar yang di jadikan mahzab ( Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) yang mengatakan tidak ada kewajiban bercadar melainkan sunnah dan tidak termaksud wajah dan telapak tangan,” kata Agus Salim, dalam keterangan tulisnya yang diterima Redaksi Inikatasultra.com, Kamis (5/9/2019).
Menunurt Agus, pendapat tersebut di perkuat dengan perkataan Imam Hanafi yaitu: wajah wanita bukanlah aurat melainkan sunnah.
“Sehingga jika kita mengangap cadar itu sebuah kewajiban maka itu sangat keliru dan perlu dipahami bahwa jauh sebelum perempuan muslim menggunakan cadar hal itu sudah di gunakan perempuan-perempuan non muslim,” tegas Mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam, semester 7 tersebut.
Dia pun menghimbau kepada mahasiwa agar tidak ikut dan terprovokasi atas aksi yang di bangun dan berjilid jilid tersebut.(*)