Beritaterheboh.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) emang isinya hanya orang-orang tak tahu malu memakan uang rakyat. Sudah mendapat ...
Beritaterheboh.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) emang isinya hanya orang-orang tak tahu malu memakan uang rakyat. Sudah mendapat gaji dan tunjangan yang tinggi masih saja bekerja asal-asalan. Tidak tahu atau memang pura-pura tidak melihat saat rakyat sudah teriak-teriak mengkritiknya malah tidak ada upaya memperbaiki diri.
Yang terjadi malah mereka semakin aktif menghisap uang rakyat. DPR yang dipusat sibuk membuat pansus untuk melindungi sesama rekannya yang diduga terlibat kasus korupsi e-KTP, dan DPR yang di daerah khususnya DPRD DKI Jakarta malah sibuk meminta fasilitas asisten pribadi.
Duh biyung hati terasa sesak jika melihat tingkah polah wakil rakyat yang katanya mewakili rakyat ini. Mereka ini seperti golongan pemalas yang karena nasib baik bisa duduk sebagai anggota dewan, dan karena aji mumpung selama masih bisa menjabat terus berbuat seenaknya, persetan dengan nasib rakyat yang diwakilinya.
Suara rakyat hanya sebatas angin lewat. Mungkin juga kadang-kadang didengar namun untuk membuat proyek pribadi DPR sendiri untuk kembali menghisap uang rakyat. Bukan untuk mengawal aspirasi rakyat. Menurut mereka rakyat itu hanya diutamakan saat ada pemilu saja, sisanya ya anda simpulkan sendiri lah. Yang jelas rakyat bukan prioritas.
DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Hanura mengusulkan adanya asisten pribadi bagi setiap pimpinan dan anggota DPRD DKI Jakarta. Fraksi Partai Hanura meminta hal tersebut diatur dalam rancangan peraturan daerah (raperda) tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD DKI Jakarta.
Usulan tersebut disampaikan anggota Fraksi Partai Hanura Syarifuddin dalam rapat paripurna tentang pembahasan raperda yang mengatur kenaikan tunjangan anggota DPRD tersebut. Fraksi Partai Hanura menilai beban kerja pimpinan dan anggota DPRD DKI sangat tinggi. Oleh karena itu, asisten pribadi tersebut dibutuhkan.
Alasan yang tidak masuk akal bukan, jika sudah tau sebelumnya bahwa beban menjadi anggota DPRD DKI Jakarta sangat berat, kenapa juga saat pemilu dulu mereka mencalonkan diri? Kenapa mereka tidak bekerja yang lain yang lebih santai dan tidak banyak beban? Kenapa musti harus menjadi anggota DPRD DKI Jakarta?
Rakyat juga tidak meminta mereka untuk maju menjadi anggota dewan sebelumnya. Mereka sendiri yang mengemis suara rakyat untuk dipilih menjadi anggota DPRD DKI Jakarta. Rakyat adalah bos di negeri ini. Jika dianalogikan DPR atau DPRD hanyalah karyawan untuk rakyat.
Jika karyawan ngemis minta pekerjaan dan oleh bos dikasih kerjaan, ya sudah sepantasnya karyawan mengerjakan pekerjaan yang sesuai job desk tanpa boleh mengeluh aneh-aneh. Yang butuh pekerjaan kan karyawan, jika tidak kuat ya silahkan out. Masih banyak orang yang lebih baik diluar sana yang siap menempati posisi DPR.
Untungnya di DKI Jakarta masih ada sosok Djarot yang masih memiliki kewarasan dan simpati terhadap rakyat. Jika saja sudah tidak sosok seperti beliau, sudah makin ancur tuh DKI Jakarta. Mengenai Permintaan anggota DPRD Jakarta untuk meminta fasilitas asisten pribadi. Djarot secara tegas menolak permintaan tersebut.
Djarot menyampaikan bahwa dari pada bayar asisten pribadi, lebih baik APBD yang dimiliki oleh DKI Jakarta digunakan untuk masyarakat tidak mampu. Atau bisa untuk subsidi program Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Jakarta Sehat (KJS), transportasi, dan juga pembangunan rumah susun.
“Keuangan DKI memang memungkinkan, tapi sebagian besar kita kembalikan untuk program langsung warga tidak mampu, untuk masyarakat yang butuh subsidi KJP, KJS, untuk transportasi, dan rumah susun,” ujar Djarot.
Menurut Djarot, usulan tersebut tidak perlu dimasukan dalam rancangan peraturan daerah tentang kenaikan tunjangan anggota dewan. Perlu kita ketahui juga bahwa jika tunjangan anggota DPRD Jakarta naik, tiap anggota DPRD DKI Jakarta nantinya akan menerima gaji sekitar 80 Juta per bulan.
“Kalau saya sih tolong soal ini dipikirkan ulang, dipikir masak-masak, kalau setiap anggota Dewan punya asisten pribadi atau tenaga ahli, itu fungsinya apa? Berarti kan tambah 106 orang lagi ya, belum lagi fraksinya. Menurut saya yang proporsional saja,” ujar Djarot
Djarot mengatakan memang begitu banyak permasalahan yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta. Namun, semua itu masih bisa dijangkau karena jaraknya yang tidak terlalu jauh. Hal ini berbeda dengan anggota DPR RI.
Djarot mengatakan dia mempunyai asisten pribadi ketika dulu sempat menjadi anggota DPR RI. Hal itu karena jangkauan wilayah yang menjadi tanggung jawab anggota DPR RI lebih luas dan berskala nasional.
“Kalau di sini? Asisten pribadi mau ngapain?” ujar Djarot. Nah loh dalem banget nih pak Djarot membungkam anggota dewan yang banyak tingkah. Lanjutkan terus Pak Djarot. Jangan pernah mau kompromi dengan para maling uang rakyat.
Jangan sampai rancangan peraturan daerah (raperda) tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD DKI Jakarta untuk meminta fasilitas asisten pribadi disetujui. Jika DPRD DKI Jakarta tetap ngotot meminta, sepertinya mereka sudah patut untuk mendapatkan Surat Peringatan 3 (SP3) dari rakyat atau dipecat.
Anggota dewan tersebut sudah digaji tinggi, tunjangan minta dinaikkan, tapi tetap tidak becus untuk bekerja melayani rakyat. Kalau misal jadi dikasih asisten pribadi, apa mereka tidak malah makin enak ongkang-ongkang kaki menikmati gaji buta? toh yang pasti bakalan bekerja keras adalah asistennya.
Ya mending kita pekerjaan asistennya untuk menjabat anggota dewan, dan para anggota dewan yang sebelumnya kita buang ketempat sampah. Saya rasa masyarakat DKI Jakarta malah akan lebih diuntungkan. Dana APBD akan aman dan bisa lebih dimanfaatkan untuk masyarakat DKI Jakarta.
Penulis : Andik Priyanto Sumber : Seword .com