Beritaterheboh.com - Penampakan jenazah yang disebut-sebut sebagai jenazah terdakwa mati kasus Bom Bali I, Imam Samudra, jadi perbincan...
Beritaterheboh.com - Penampakan jenazah yang disebut-sebut sebagai jenazah terdakwa mati kasus Bom Bali I, Imam Samudra, jadi perbincangan. Dalam video yang beredar, makam Imam Samudra dibuka kembali dan jenazah masih dalam kondisi utuh.
Dari video terlihat ada sejumlah orang yang membuka kain kafan jenazah tersebut. Jenazah juga masih dibalut dengan plastik. Terdengar suara raung tangisan ketika kain kafan dibuka.
"Almarhum Imam Samudra, waktu mau dipindahkan kuburnya, ternyata jasadnya masih utuh. Walau di negeri ini almarhum dicap sebagai teroris. Hanya ia dan Allah SWT-lah yang tahu tujuan hidupnya dan baik-buruknya perjalanan hidupnya. Dan nyatanya, walau telah dikubur lama, ternyata jasadnya masih utuh dan tersenyum manis dan aura wajahnya yang bercahaya bahagia... Subhanallah," demikian isi pesan berantai dan posting yang beredar.
detikcom mengkonfirmasi video yang viral tersebut kepada Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto. Setyo menjelaskan video yang beredar terkait jenazah Imam Samudra itu adalah hoax.
"Ya hoax itu," kata Setyo kepada detikcom, Senin (23/7/2018).
Kepada detikcom, Setyo juga memberikan video klarifikasi soal makam Imam Samudra. Dalam video itu, ada beberapa anggota keluarga Imam di dekat makam. Mereka mengatakan makam Imam Samudra tidak digali. Berikut ini penjelasan lengkapnya dari video tersebut.
"Berita ini disaksikan KH Mulyadi dari Cipondoh, Tangerang, dan saya yang ngomong dan Saudara Juli, Pak RT, Pak Wawan selaku kakak kandung almarhum dan almaghfiroh keponakan almarhum Imam Samudra. Ini saya foto makam daripada Imam Samudra masih utuh dan tidak ada sedikit pun tanda makam itu digali atau tanda-tanda makam Imam Samudra dipindahkan. Dan jadi berita yang menyatakan makam Imam Samudra digali dan jasadnya masih utuh itu hoax belaka. Jangan percaya dengan berita tersebut. Demikian klarifikasi ini saya sampaikan kepada seluruh kaum muslimin di seluruh Indonesia."
Dan berikut penjelasan dari Kapolresta Tangerang Kombes Pol M. Sabilul Alif, SH, SIk, MSi
Upaya Glorifikasi Teroris dan Media
Usaha radikalisasi dari kelompok teroris atau simpatisannya terus dilakukan. Terbaru, beredar di media sosial mengenai pembongkaran makam terpidana mati kasus teroris Imam Samudra (IS). Jenazah IS yang tewas dieksekusi tahun 2008 bersama Amrozi dan Mukhlas dinarasikan masih utuh dan tersenyum.
Apa yang dinarasikan tentu bohong besar. Tak ada pembongkaran makam IS apalagi disebut masih utuh dan tersenyum. Pihak keluarga IS sudah mengklarifikasi bahwa tidak ada pembongkaran makam. Petugas dan tokoh masyarakat pun sudah memastikan video itu hoax. Namun, dalam kesempatan ini, kami tidak menyertakan video itu. Kami hanya menyertakan video klarifikasi keluarga. Karena kami tidak mau menyebarkan video hoax itu.
Perlu diingat, IS adalah teroris. Dan teroris tak punya hati, tak punya cinta. IS adalah salah pelaku Bom Bali I yang meledak 12 Oktober 2002, menewaskan 202 orang, terdiri atas 164 orang asing dan 38 orang Indonesia, serta melukai 209 orang. Dengan jumlah korban sebanyak itu, masih sampai hatikah menyebut IS adalah mujahid? Bukankah itu kejahatan keji yang nyata?
Glorifikasi atau pengagungan kepada teroris baik yang sudah dieksekusi mati atau yang belum masih terjadi. Entah secara sadar atau tidak, menyebut pelaku teror dengan harum adalah bentuk dukungan kepada aksi terorisme. Hal itu bisa dilakukan oleh kelompok teroris yang radikal atau awam. Namun yang pasti, glorifikasi adalah salah satu bentuk radikalisasi.
Glorifikasi amat berbahaya. Glorifikasi menyerang psikologis dan sisi ideologis. Menarasikan pelaku teror atau jenazahnya sebagai mujahid dan syahid adalah kecelakaan berpikir, itu bagi awam. Bagi kelompok radikal, itu memang usaha mereka melegitimasi dan menjustifikasi aksinya.
Bagi gerakan terorisme, media (termasuk media sosial) adalah sarana untuk menimbulkan efek pemberitaan yang bombastis. Dengan begitu, gerakan terorisme dapat melancarkan kampanye politik sekaligus melakukan persuasi atau ajakan kepada orang denganpengaruh dan prospek yang meyakinkan. Hal itu, lanjut Weimann, tidak lepas dari bermunculannya opini media dan opini publik terutama apabila pasca adanya aksiterorisme.
Sedangkan menurut Gabriel Weimann, terorisme modern menggunakan media massa dan sosial untuk memberikan presentasi rinci tentang keseluruhan organisasi dan gerakannya. Sehingga dapat dikatakan, teroris benar-benar memanfaatkan komunikasi massa.
Media menjadi sarana bagi teroris untuk menggapai salah satu tujuan teroris yakni merebut opini lebih tepatnya simpati dan respon publik termasuk respon pemberitaan. Situasi ini yang dimanfaatkan teroris untuk menyebarkan rasa cemas.
Parahnya, masih ada orang yang meski mengutuk aksi teror namun justru mempromosikannya dengan
mengunggah video dan/atau gambar peristiwa teror termasuk gambar korban. Selain itu, ada juga orang-orang yang menebar asumi bahwa aksi teroris adalah pengalihan isu atau rekayasa.
Media, baik media massa atau media sosial sangat disadari oleh kelompok teroris sebagai bagian yang penting yang harus dapat dikuasai atau paling tidak diakses. Kelompok teroris terus melakukan upaya penetrasi dan intersepsi ke berbagai platform media sosial. Media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, Telegram, blog, dan media sosial lain dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk membangun konsolidasi sekaligus propaganda.
Penulis : Muhammad Sabilul Alif