Beritaterheboh.com - Arief Rahman Hakim, penyintas kasus Covid-19 pertama di Bekasi sudah dapat menghirup udara segar di rumahnya usai 20...
Beritaterheboh.com - Arief Rahman Hakim, penyintas kasus Covid-19 pertama di Bekasi sudah dapat menghirup udara segar di rumahnya usai 20 hari diisolasi di Rumah Sakit Mitra Keluarga. Ia melewati banyak hal selama dirawat.
Rasa Sakit
Arief bercerita, awalnya ia datang ke rumah sakit karena batuknya tak kunjung sembuh. Beberapa kali ia sesak nafas dan demam tinggi.
Ia kemudian berkonsultasi dengan dokter langganannya. Ia menceritakan perjalanan bisnisnya yang kerap mengelilingi beberapa kota belakangan ini.
Sebelum mengetahui hasil swab, ia dibawa ke satu ruangan isolasi ICU.
Di ruangan itu ia hanya seorang diri dengan bantuan alat pernafasan. Meski telah dibantu alat pernafasan, paru-parunya terus menerus sakit seperti tertusuk paku.
Ia harus tidur telungkup untuk mengurangi rasa sakit.
Dokter dan perawat terus bolak balik memberikan obat pereda sakit dan mengecek keadaannya. Awalnya, Arief sempat bingung semua yang datang mulai dari dokter, perawat hingga cleaning service di rumah sakit mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap.
Dia hanya bisa melihat mata masing-masing orang yang datang ke ruangannya.
“Saya bingung kok semua yang masuk ruangan saya hanya kelihatan mata. Lalu saya berpikir apakah sehina itu saya sampai semuanya ditutupi saat bertemu saya,” ujar Arief dalam benaknya saat itu. Belakangan, ia mulai mengerti bahwa virus Corona yang ada di tubuhnya bisa berbahaya untuk orang lain.
Motivasi dari dokter dan perawat
Arief mengakui, saat itu memang merasa sangat lemah. Buang air kecil dan besar harus dibantu oleh perawat. Ia bersyukur pihak rumah sakit mengurusnya dengan baik.
“Mereka baik banget, sangat telaten mengurus saya. Saya senang kenalan dengan mereka,” kata Arief. Arief mengaku sudah menganggap dokter maupun perawat di rumah sakit itu sebagai sahabat.
Mereka terus menanyakan kabar dan memantau setiap perkembangan dirinya.
“Saya selalu ditanya ‘gimana hari ini pak keadaannya? Yuk pak semangat terus ya, jangan stres’.
Itu yang selalu dilontarkan ke saya hingga saya tuh oh ya bangkit, saya masih punya keluarga, karyawan, dan semua orang pasti doa untuk kesembuhan saya,” ujar dia.
Hari demi hari ia lewati semakin mudah. Keadaannya semakin membaik dengan berbagai motiviasi. “Saya selalu berdoa dan syukur banget sama Allah, saya dipertemukan dengan orang baik. Dokter, perawat baik, saya juga tiap ketemu mereka selalu senyum,” katanya.
Memotivasi Diri
Setelah 10 hari dirawat di ruang isolasi ICU, kondisi Arief membaik. Ia kemudian dipindahkan di satu ruang rawat isolasi. Hanya ada meja kecil, dan toilet di dalam ruangan sekitar 3 X 4.
Melihat ruangan tersebut, ia terus membayangkan kamarnya yang jauh lebih nyaman.
“Saya ingin cepat pulang saat itu dan berpikir saya harus sembuh untuk ketemu lagi dengan istri, anak saya yang udah nunggu di rumah,” kata dia.
Arief bertekad untuk melawan sakitnya saat itu. Tak pernah ia mengeluhkan sakit meski beberapa kali masih batuk. Ia terus mengukuti prosedur dan obat yang diberikan dokter.
Arief tak pernah bosan di ruangan isolasi sendirian meski ruangannya tampak begitu sepi.
Ia mengisi kekosongannya dengan membaca buku yang didapatkan dari istrinya lewat perawat. “Selain baca buku motivasi, saya juga terus berzikir, membaca Al- Qur’an,” ucap Arief.
“Saya tidak lihat gadget dan media sosial karena saya tahu malah membuat saya semakin stres. Bahkan saya tidak tahu jam berapa di ruangan itu. Jadi supaya enggak kerasa saya baca buku motivasi, dzikir dan baca Al-Quran,” kata Arief.
Selama ia dirawat, ia terus berdoa dan mengevaluasi dirinya. Ia merasa, sehat adalah anugerah terbesar yang Tuhan berikan kepada setiap manusia.
“Di situ pengajarannya yang saya ambil banyak sekali. Setiap bangun tidur saya selalu bersyukur. Karena memang selama ini di rumah kurang bersyukur,” ucapnya.
“Di ruang isolasi itu kamarnya kecil, sendirian lagi. Tapi kalau sehat itu luar biasa nikmatnya. Allah selalu menjadi penyemangat saya setiap hari,” tambah dia.
Sembuh
Setelah kondisinya jauh lebih baik, ia kembali melakukan tes cepat Covid-19. Tes pertama, ia sudah dinyatakan negatif dari virus Corona.
Ia diberi tahu oleh dokter yang saat itu merawatnya.
“Saat itu dokternya berkaca-kaca memberi tahu hasil saya udah negatif. Suster dan dokter ikutan haru bahagia bersama saya, saya sangat senang saat itu,” ucap dia.
Kemudian beberapa hari kemudian, Arief jalani tes kedua. Ia diperiksa kembali paru-parunya dan rapid test.
Hasilnya, kondisi paru-paru sudah membaik dan hasil untuk kedua kalinya dinyatakan negatif. Ia tak kuasa menahan tangis saat itu. Dokter dan perawat memanjatkan syukur pada Allah karena telah memakainya untuk menyembuhkan Arief kala itu.
“Perjuangan dokter dan perawat saat itu benar-benar saya rasakan. Saya bangga banget, saya syukur kepada Allah,” kata dia. Usai dinyatakan negatif, beberapa hari kemudian ia diperbolehkan pulang ke rumah.
Meski demikian, ia saat ini masih melakukan isolasi mandiri.
“Saya masih isolasi mandiri tidur di kamar tamu, istri anak saya di lantai tiga. Kami juga tetap jaga jarak di rumah untuk sementara waktu,” ucap dia.
“Saya berjemur itu jam 07.00 WIB. Terus berjemur lagi jam 10.00 WIB. Rame-rame kita sekeluarga dengan tetap jaga jarak,” tambah dia.
Kini, ia senang bisa berkumpul dengan keluarga besarnya setelah berjuang selama 20 hari di rumah sakit.
“Senang banget, saya aja yang sakitnya lumayan berat bisa melawatinya. Saya yakin setiap orang pasti bisa berjuang melawan virus corona, gimana yang lainnya,” kata dia.
Ia juga berpesan untuk para pejuang Covid-19 saat ini agar tetap optimistis sembuh. Dengan keyakinan penuh sembuh, imun di dalam tubuh akan kuat melawan virus corona.
“Virus ini enggak ada obatnya kecuali memotivasi diri, berpikir ketakutan menjadi sebuah optimisme gitu. Sehingga apa kalau saya tidak salah hormon endorfin kita naik. Dengan naiknya hormon kita kekebalan kita semakin kuat. Percaya Allah akan angkat penyakit kita,” pungkas dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Pasien Covid-19 Pertama di Bekasi Berjuang 20 Hari hingga Sembuh",