Beritaterheboh.com - Usulan Komite Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) perihal masa bakti presiden hanya satu periode saja menuai kontrove...
Beritaterheboh.com - Usulan Komite Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) perihal masa bakti presiden hanya satu periode saja menuai kontroversi. Ada kritik kalau MUI sudah berbicara bukan pada domainnya.
Komisi Fatwa MUI memang akan mengusulkan topik yang akan didiskusikan dalam Musyawarah Nasional (Munas) MUI, akhir November 2020 mendatang. Nah, salah satu yang akan diusulkan yakni mengenai masa bakti presiden hanya sekali dengan durasi 7-8 tahun.
"Usulannya begini, di presiden itu sekali saja, tapi ditambah 7 tahun atau 8 tahun gitu kan, tidak boleh dipilih kembali," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF saat dihubungi, Senin (19/9/2020).
Lantas, siapa yang menentang usul tersebut? Adalah PKB yang mengkritiknya.
Menurut PKB, MUI berbicara di luar kewenangannya. PKB meminta MUI untuk fokus pada tugas dan fungsinya.
"Makin aneh saja MUI ini," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB Yaqut Cholil Qoumas kepada wartawan, Senin (19/10).
"Daripada bicara di luar domainnya, lebih baik MUI ini berpikir bagaimana caranya Islam sebagai agama tidak dipakai sebagai komoditas politik. (Lebih baik MUI memikirkan bagaimana caranya) membatasi ceramah-ceramah provokatif dan sebagainya," imbuhnya.
PKB sendiri mengaku belum terpikir untuk mengusulkan perubahan masa jabatan presiden. PKB, menurut politikus yang kerap disapa Gus Yaqut itu, menilai masa jabatan presiden 5 tahun dengan maksimal dua periode masih ideal untuk diterapkan di Tanah Air.
"PKB masih belum terpikir untuk mengubah masa jabatan presiden. PKB menganggap 5 tahun dan maksimal 2 periode saat ini masih yang paling ideal, membatasi presiden untuk berperilaku totalitarian, sekaligus memberi waktu yang cukup untuk mewujudkan visi dan misinya," papar Yaqut.
Nantinya, usulan Komisi Fatwa mengenai masa bakti presiden ini akan dibahas dalam Munas MUI 2020. Jika ada yang setuju, maka bisa jadi usulan tersebut menjadi salah satu rekomendasi dari Munas MUI 2020.
Proses ini juga disampaikan oleh Plt Ketua Fraksi PAN DPR RI, Salaeh Partaonan Daulay. Dengan begitu, peluang agar rekomendasi tersebut dibahas di DPR pun jadi terbuka.
"Menurut saya, sebagai sebuah usulan itu boleh dan sah, dan bahkan bukan hanya sekedar usulan, apa yang akan disampaikan MUI, jika itu menjadi rekomendasi di munasnya, itu bisa disampaikan ke DPR. Apalagi sekarang kan lagi pembahasan RUU Pemilu. Jadi itu bisa masuk silakan saja. Tetapi tentu pihak-pihak lain punya kepentingan dan juga punya cara dan metodologi sendiri untuk riset," papar Saleh.
Namun memang, ihwal perubahan masa presiden ini bukan 'barang baru'. Isu tersebut juga pernah jadi 'buah bibir' di MPR.
Sebab, ketika berbicara mengenai masa bakti presiden, berarti berbicara juga mengenai UUD 1945. Dengan begitu, mengubah mekanisme masa bakti presiden berarti harus mengamandemen UUD.
Tentunya, dalam mengamandemen UUD 1945 harus memiliki pondasi alasan yang benar-benar kuat dan extra hati-hati, karena ini tak main-main.
"Mesti ada dasar yang kuat," kata politisi PKS, Mardani Ali Sera kepada wartawan pada Senin (19/10).
Tak cuma PKB, PAN dan PKS saja, PPP juga wanti-wanti soal itu. Waketum DPP PPP Arwani Thomafi mengingatkan, soal masa jabatan presiden tidak boleh jadi bahan uji coba.
"Sebagai usul, tentu masyarakat punya hak untuk menyampaikan pendapatnya, menyampaikan pandangannya. Tetapi alangkah lebih baiknya soal seperti masa jabatan presiden lalu juga isu-isu penting lainnya itu tidak menjadi semacam uji coba atau trial and error gitu," kata Arwani saat dihubungi pada Senin (19/10).(detik.com)