Terungkap bukan Ferdy Sambo yang bikin AKBP Ridwan Soplanit menjadi polisi pertama yang datangi TKP Kasus Brigadir J di Duren Tiga, Jakarta...
Terungkap bukan Ferdy Sambo yang bikin AKBP Ridwan Soplanit menjadi polisi pertama yang datangi TKP Kasus Brigadir J di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Namun, taji dan kompetensi Ridwan Soplanit ciut ketika dirinya ditekan oleh seorang polisi yang disebut Anggota Komisi III DPR RI karena gaya hidup mewahnya alias hedon.
Lantas siapakah sosok polisi hedon yang membuat ciut Ridwan Soplanit yang saat kejadian tewasnya Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo itu masih menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan.
Sedangkan saat ini, Ridwan Soplanit telah dicopot dari jabatan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan dan ditempatkan di tempat khusus karena dugaan tak profesionalitas dan berusaha menghalangi penyidikan alias obstruction of justice.
Keberadaan Ridwan Soplanit di lokasi tewasnya Brigadir J diungkap oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Kata Listyo, Ridwan Soplanit merupakan sosok anggota Polri yang pertama kali datang ke TKP pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada Jumat (8/7/2022).
Namun Ridwan Soplanit datang bukan karena dihubungi langsung oleh Ferdy Sambo.
Menurut Listyo Sigit, Ridwan datang ke rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri itu setelah ditelepon oleh sopir Ferdy Sambo.
Kolase foto AKBP Ridwan Soplanit dan Irjen Ferdy Sambo. Terungkap bukan Ferdy Sambo yang bikin AKBP Ridwan Soplanit menjadi polisi pertama yang datangi TKP Kasus Brigadir J di Duren Tiga, Jakarta Selatan.(Kolase Tribun Jakarta)
Listyo menuturkan, Ridwan Soplanit datang ke rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada pukul 17.30 WIB.
"Salah satunya Kasat Reskrim Polres Jaksel yang hadir pertama di TKP pukul 17.30 WIB.
Pada saat itu yang bersangkutan dihubungi driver saudara FS," kata Kapolri saat rapat bersama Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (24/8/2022).
Kemudian, lanjut Kapolri, pada pukul 17.47 WIB, giliran personel dari Biro Provos Divisi Propam Polri yang datang ke TKP atas perintah Irjen Ferdy Sambo.
Ketika berada di TKP, kata Sigit, mereka langsung melakukan pendataan dan mengamankan barang bukti peristiwa pembunuhan tersebut.
Setelah itu, pada pukul 19.00 WIB, saksi-saksi yang ada di TKP seperti Bripka Ricky Rizal, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, dan Kuat Ma'ruf dibawa ke kantor Biro Paminal Divisi Propam Polri.
"Mereka diinterogasi sehubungan dengan penyelidikan atas dugaan penyimpangan atau pelanggaran dalam melaksanakan tugas Polri," tuturnya.
Menurut Kapolri, proses olah TKP pembunuhan Brigadir J baru selesai pada pukul 19.40 WIB.
Selanjutnya, jenazah Brigadir J dibawa ke RS Bhayangkara Polri, Jakarta Timur.
Ditekan Sosok Polisi Hedon
Kapolri pun mengungkap kenapa Ridwan Soplanit selaku Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan kala itu melempem di kasus ini.
Tak lain karena adanya tekanan dari sosok polisi satu ini yang merupakan tangan kanan Ferdy Sambo di Propam Polri.
Kapolri bercerita, penyidik Polres Metro Jakarta Selatan pada 9 Juli 2022 atau sehari setelah kematian Brigadir J, sudah meminta keterangan orang-orang dekat Ferdy Sambo.
Tiba pukul 11.00 WIB di Biro Divisi Pengamanan Internal Divisi Propam Polri, penyidik ingin membuat berita acara pemeriksaan dari Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Bripka RR atau Ricku Rizal dan Kuat Maruf, sipil yang sudah lama menjadi sopir keluarga Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Tiga orang di atas adalah saksi di TKP penembakan Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat 8 Juli 2022.
"Namun, penyidik mendapatkan intervensi dari personel Biro Paminal di Propam Polri,” ungkap Kapolri dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Rabu (24/8/2022).
Kapolri melanjutkan, "Penyidik hanya diizinkan mengubah format berita acara interograsi yang dilakukan oleh Biro Paminal Divisi Propam menjadi berita acara pemeriksaan.”
Biro Paminal Divisi Propam Polri saat itu dipimpin Brigjen Hendra Kurniawan yang tak lain anak buah Ferdy Sambo.
Brigjen Hendra Kurniawan kini ikut ditahan di tempat khusus.
Beberapa jam kemudian, Divisi Propam Polri menggiring penyidik Polres Metro Jakarta Selatan dan para saksi merekonstruksi di TKP rumah dinas.
Sebelum itu Ferdy Sambo sudah menyusun skenario bahwa kematian Brigadir J setelah terlibat tembak-menembak dengan Bharada E.
Setelah Brigadir J melecehkan Putri Candrawathi.
Ferdy Sambo sudah membriefing Bharada E, Bripka RR dan Kuat Maruf harus mengatakan apa jika ada penyidik menanyakan soal kematian Brigadir J.
Dari rumah dinas selesai rekonstruksi, Bharada E, Bripka RR dan Kuat Maruf menuju rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling III, Kompleks Pertambangan, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Hardisk CCTV ini kemudian diamankan oleh personel Divisi Propam Polri,” sambung Kapolri.
Gaya Hidup Brigjen Hendra Kurniawan Disorot Komisi III DPR
Brigjen Hendra Kurniawan menjadi salah satu pati Polri yang terseret skenario Ferdy Sambo.
Dia disebut-sebut mengintimidasi keluarga Brigadir J serta melarang pihak keluarga membuka peti jenazah saat jasad Brigadir J tiba di rumah duka di Jambi.
Sama seperti Ferdy Sambo, kini Hendra juga telah dicopot dari jabatannya dan ditempatkan di tempat khusus.
Namun selain perannya dalam kasus obstruction of justice kematian Brigadir J, gaya hidup Brigjen Hendra Kurniawan juga jadi sorotan.
Suami Seali Syah ini disebut bergaya hidup mewah karena kerap gonta-ganti mobil.
Hal ini disinggung oleh anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan, dalam rapat kerja Komisi III bersama Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) hingga Komnas HAM.
Mengutip Kompas.com, mulanya, Arteria menyoroti kinerja Kompolnas dalam mengawasi para personel Polri.
"Saya akhirnya bicara ke person-lah. Bagaimana seorang Karo Paminal dengan gaya hidup seperti itu," kata Arteria.
"Ini kan kasatmata, Pak. Kita enggak bisa ngomongin person akhirnya saya ngomong person lah. Set, masuk, mobilnya apa, taruh (mobil) lagi, taruh (mobil) lagi.
Ini sudah di luar daripada (kemampuan) seorang karo, Pak, di Mabes Polri," tuturnya.
Arteria lantas mengutip pernyataan yang pernah disampaikan Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto.
Dia bilang bahwa di tubuh Polri orang baik cenderung stres.
Orang yang tadinya bertindak benar, bisa berubah menjadi tidak benar.
"Orang yang antik malah dapat privilese," ujar Arteria. tribunnews.com